Makassar Media Duta, - Mantan Sekretaris Provinsi (Sekprov), Abdul Hayat Gani, mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel untuk menyelesaikan hak-haknya sebagai aparatur sipil negara.
Ia menyebutkan, sejak dinonaktifkan pada akhir 2022, dirinya belum menerima gaji pokok dan tunjangan-tunjangan lain.
Padahal, gaji tersebut merupakan hak normatif yang semestinya diterima sebagai pejabat Sekda Pemprov Sulsel yang secara hukum masih berstatus aktif pada waktu itu.
Adapun total gaji dan tunjangan yang belum dibayarkan selama ia dinonaktifkan mencapai Rp8.038.270.000.
Jumlah tersebut telah dikabulkan dan diperkuat melalui putusan Mahkamah Agung RI yang berkekuatan hukum tetap.
Demikian disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi A DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Senin (16/6/2025) siang.
"Mulai Desember 2022 sampai Januari 2025 saya tidak menerima hak kepegawaian saya sebagai Sekda. Padahal, secara hukum, saya menang di semua tingkatan. Bahkan mengalahkan Presiden (Prabowo Subianto) waktu itu," tegas Abdul Hayat Gani.
Abdul Hayat diberhentikan dari jabatannya oleh Gubernur Andi Sudirman Sulaiman pada akhir 2022 lalu.
Ia menilai pemberhentian tersebut cacat administrasi dan menggugat keputusan itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Gugatan itu dikabulkan, yang kemudian diperkuat oleh putusan MA RI Nomor 290/K/TUN/2024.
Sebelumnya, perkara itu terdaftar dengan nomor 12/G/2023/PTUN.JKT.
"Saya sekarang berada dalam posisi inkrah (berkekuatan hukum tetap). Ini bukan lagi soal pendapat, ini soal putusan hukum," kata Abdul Hayat.
"Saya menang di PTUN sampai Mahkamah Agung. Presiden Prabowo sudah keluarkan surat melalui Mensesneg yang memerintahkan agar hak-hak saya dikembalikan dan saya dipulihkan sebagai Sekda," tegasnya lagi.
Abdul Hayat melanjutkan, surat dari Presiden Prabowo melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo, tertanggal Januari 2025 dengan nomor HK.06.02/01/2025, memuat instruksi terkait penyelesaian persoalannya.
Dalam surat tersebut, pemerintah pusat menegaskan penting menghormati putusan hukum yang telah berkekuatan tetap.
Surat itu menyatakan agar Abdul Hayat dikembalikan ke posisi semula sebagai Sekprov Sulsel.
Selain itu, seluruh hak kepegawaiannya, termasuk gaji dan tunjangan yang belum dibayarkan sejak akhir 2022, juga harus segera diselesaikan.
Sehingga melalui forum RDP tersebut, Abdul Hayat meminta keadilan agar supremasi hukum ditegakkan.
Ia mengingatkan bahwa putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap harus dihormati dan dilaksanakan tanpa penundaan.
"Ini bukan soal pribadi saya, tapi soal hukum. Kalau putusan inkrah tidak dijalankan, buat apa ada pengadilan? Teman-teman fakultas hukum juga bilang, inkrah itu keputusan tertinggi," ucapnya.
Ia juga menyindir alasan Pemprov Sulsel yang terkesan mencari celah untuk menghindari kewajiban membayar hak-haknya.
"Katanya legal standing saya tidak jelas. Bagaimana mungkin putusan MA yang inkrah dianggap tidak jelas? Jangan melemahkan hukum. Kalau saya menang, ya konsekuensinya hak saya dipulihkan. Itu melekat sejak 2022," katanya.
Oleh karena itu, Abdul Hayat berharap, apa yang menjadi haknya segera dipenuhi tanpa tarik ulur lebih jauh. Ia mengingatkan, kemenangan hukum bukan hanya simbolis, tetapi harus berdampak nyata.
"Kalau saya salah, tentu saya tidak menang. Tapi saya menang, dan itu harus dihormati. Negara ini negara hukum. Jangan sampai publik melihat hukum bisa diabaikan hanya karena ego kekuasaan," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum, Herwin Firmansyah, mengatakan bahwa Pemprov Sulsel tidak berada dalam posisi tergugat dalam perkara Abdul Hayat.
Gugatan tersebut ditujukan kepada Presiden karena pemberhentian dilakukan melalui keputusan presiden.
“Yang bisa kami sampaikan terkait pelaksanaan putusan tentu kami menunggu arahan pemerintah pusat. Pernah ada surat dari BKN agar Pemprov berkoordinasi terlebih dahulu dengan BPK untuk membahas hak-hak keuangan itu,” jelas Herwin.
Ia membeberkan bahwa Pemprov Sulsel telah menjalankan sejumlah langkah administratif.
Pada 31 Januari 2025, Pemprov bersurat ke BPK untuk meminta pendapat.
Namun BPK menolak memberi rekomendasi karena penyelesaian masalah kepegawaian bukan kewenangannya.
Selanjutnya, pada 11 April 2025, Kemendagri bersurat ke Gubernur Sulsel agar menindaklanjuti putusan inkrah dengan berkoordinasi ke BKN.
Lalu pada 17 April 2025, Pemprov mengirim surat ke BKN.
Balasan BKN tertanggal 30 April 2025 menyebutkan bahwa Abdul Hayat hanya memiliki dua SK pengangkatan, yaitu sebagai Pelaksana dan Staf Ahli.
“Beliau tidak memiliki SK Presiden untuk kembali menjadi Sekprov setelah diberhentikan. Maka secara administrasi, tidak ada dasar hukum bagi beliau untuk menerima hak keuangan sebagai Sekprov,” tandas Herwin.
Adapun RDP tersebut turut dihadiri Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Reza Faisal Saleh, serta Kepala Biro Perekonomian dan Administrasi Pembangunan (Ekbang) Marwan Mansyur.(*/Erlan Saputra)
Posting Komentar untuk "Abdul Hayat Gani Tuntut Andi Sudirman Bayar Gajinya Rp8 Milyar"