Maros Media Duta,- KEPALA Inspektorat Kabupaten Maros, Takdir, beberapa hari lalu mengungkapkan bahwa kondisi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Maros memprihatinkan.
Evaluasi Inspektorat menemukan bahwa lebih dari 50 persen BUMDes di Maros bermasalah, bahkan ada dana yang digunakan hilang tanpa jejak, tanpa laporan pertanggungjawaban.
Temuan Inspektorat Maros bahwa banyak BUMDes yang tidak punya laporan pembukuan, unit usaha tidak jelas dan monoton, kepengurusan sudah bubar dan ragu melanjutkan usaha, dan pertanggungjawaban keuangan tidak ada.
Kita menyayangkan kondisi tersebut terjadi. Kita perlu memberikan atensi agar hal tersebut dapat dievaluasi menyeluruh serta diberikan tindak lanjut yang serius.
Uang negara sudah sangat besar mengalir ke desa, sudah sepatutnya digunakan dengan prinsip kehati-hatian, tepat sasaran, efektif, dan manajemen yang baik.
Tentu keterlibatan Pemerintah Daerah atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait berperan penting dalam melalukan pembinaan, pendidikan, dan pengawasan untuk mencegah masalah dalam tata kelola perangkat desa.
Ada sebuah analogi, jika suatu institusi pendidikan, muridnya tidak “beres” atau tidak cakap, berarti ada masalah terkait manajemen pendidikannya, tenaga pendidik atau pengajarnya, serta kurikulumnya.
Begitupula dengan desa, jika perangkat/aparatur desa tidak memiliki kompetensi yang mumpuni dalam tata kelola, skill, dan hal teknis lainnya, berarti ada yang tidak berjalan dengan baik pembinaan, pendampingan, dan pengawasan OPD yang diberikan tanggung jawab untuk mengurusi desa.
Jika perangkat dan aparatur desa , khususnya BUMDes dalam mengelola usaha desa, serta menentukan usaha yang inovatif dan berkelanjutan, tidak berjalan dengan baik, maka diperlukan upaya preventif, diantaranya memperkuat pelatihan dan peningkatan kompetensi berbasis Bottom-Up Problem, Pendampingan yang profesional dan berkelanjutan, serta Monitoring-Evaluasi berkala.
Beberapa hasil riset juga menunjukkan bahwa pemilihan/penunjukan perangkat desa/aparatur desa, utamanya pengurus BUMDes tidak menerapkan merrit system, atau berdasarkan kompetensi, potensi, dan keahlian yang dimiliki seseorang dari jenjang pendidikan, pengalaman, serta rekam jejaknya. Sehingga, hal ini perlu evaluasi menyeluruh agar uang negara di desa tidak sia-sia.
Pemerintah daerah sebenarnya bisa menggandeng pihak ketiga yang memang memiliki kompetensi, pengalaman, dan profesionalisme yang baik untuk membantu aparatur/perangkat desa dalam pengelolaan, pembinaan, dan pendampingan.
Karena kita tahu bersama, banyak hal yang diurusi desa, begitu pula pemerintah daerah, menjalankan program/visi-misi kepala daerah terpilih, datang lagi program nasional Presiden yang prioritas, juga harus diurusi oleh pemerintah daerah dan desa.
Ada beberapa regulasi yang mengatur tentang tanggung jawab pemerintah daerah dalam membina dan meningkatkan kompetensi perangkat desa, di antaranya Lermendagri Nomor 83 Tahun 2015 yang menyebut bahwa perangkat desa berhak mendapatkan pelatihan dan peningkatan kapasitas kerja.
Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang pembangunan desa pasal 41 ayat 3 juga menjadi acuan bahwa dalam pelaksanaan pembangunan desa, desa dapat bekerja sama dengan lembaga swasta, perguruan tinggi, atau lembaga lainnya sesuai kebutuhan dan potensi desa.
Kita tidak ingin Maros ini, dicap di luar bahwa mayoritas BUMDes-nya tidak beres dalam hal tata kelola dan inovasi. Padahal banyak sumber daya manusianya berkompeten, potensi sumber daya alam melimpah, serta letak geografis yang sangat baik.
Pemerintah daerah tidak perlu malu-malu bekerja sama dan mengajak lembaga lainnya untuk berkolaborasi dalam pembangunan manusia-manusia desa. (*)
Posting Komentar untuk "BUMDes Bermasalah, Pemda Maros Tak Perlu Malu Berkolaborasi"