Oleh  Ramli S. Nawi

Rupanya 30 Maret 2023, adalah Hari Film Nasonal. Memperingati Hari Film Nasional saat ini rasanya - rasanya hambar. Bagaimana tidak, karena saat ini seolah olah dimatikan dengan munculnya  perangkat teknologi komunikasi canggih. 

 Seperti telpon seluler, laptop dan semacamnya. Di HP,  misalnya ada konteng tiktok, yutube dan konten hiburan lainnya. Dengan adanya HP, semua perhatian tertuju kesana tanpa jeda. Ketika film - film produksi Indonesia masih ramai semua prangkat alat komunikasi canggih itu  belum seramai sepeti sekarang. 

Kita cerita tentang dulu, Bioskop di Kota Makassar ini begitu banyak bertebaran disudut sudut kota dan memajang baliho - baliho film Nasional dan film produksi dari mancanegara. Ya, ramailah koto ini dari hiburan film saat itu.

 Pergeseran pun perlahan terjadi. Gedung - gedung bioskop  perlahan pula dirubah bentuk dan beralih fungsi menandai pupusnya era film layar lebar. Dulu, di Jalan. Gunungbulusaraung, Makassar ada 3 buah Bioskop. Bioskop Dewi khusus memutar film - film India, Bioskop Jaya, memutar film Indonesia dan Faramoud, memutar film barat, semua memiliki penggemar. 

Ramailah Jalan Gunungbulusaraung waktu itu. Apalagi menjelang jam tayang diputarlah Lagu - lagu India di Bioskop Dewi, dan terdengarlah lewat pengeras suara dan menarik perhatian orang - orang yang melintas. Penonton lalu datang berduyun - duyun untuk menyaksikan  film kesayangannya masing - masing.

Kebetulan saya pernah duduk dalam kepengurusan BKKNI Sulawesi Selatan dan menempati posisi dibidang film bersama beberapa pengurus lainnya. Lewat lembaga kesenian ini saya berkesempatan mengadakan acara nonton film dibiokop Thater Makassar, Jalan Bali Makassar.

 Sesudah nonton diadakan diskusi film yang kita tonton. Salah satu film yang waktu itu diskusikan adalah Wecom To Sarajevo dan satu lagi film Indonesia. Itulah yang tidak terjadi sekarang. Wartawan, diberi pendidikan tentang  keriti dan analisis film, yang diselenggarakan PT Citra. 

Saya termasuk salah satu peserta pada saat itu. Peserta diajak menonto film nasonal yang berjudul " Gay " yang dibintangi oleh Mathias Muchus. Habis nonton kita pulang ketempat diadakannya worshop selama 3 hari lalu perseta disuruh membuat tulisan kritik dari film " Gay ", yang habis ditonton. 

Dulu betapa besar perhatian pemerintah terhadap dunia perfilman nasonal. Kini tinggalah sebuah kenangan tentang film Indonesia. Rupanya 30 Maret,lalu hari film Nional. Ingatan kita hanyalah lintasan tentang film - film Nasonal yg baru saja diperingati***.

Posting Komentar untuk " "