Makassar Media Duta - Peluang hadirnya pasangan lain untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan masih terbuka lebar. Sejumlah partai pemilik kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulsel hingga saat ini belum menentukan sikap untuk mengusung figur.
Bila melihat komposisi kursi yang tersedia, koalisi partai masih bisa memunculkan beberapa pasangan kandidat.
Sejenak, abaikan wacana 'kotak kosong' yang digaungkan sekelompok pihak tertentu dengan sesumbar akan memborong partai politik di daerah ini.
Rekomendasi 'kilat' dari Partai Demokrat kepada Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi--hanya selang tiga hari setelah Sudirman mengembalikan formulir- sedikitnya mengubah peta politik jelang Pilgub Sulsel, November mendatang.
Demokrat akan berkoalisi dengan Partai NasDem, plus Partai Amanat Nasional. Pun, upaya pasangan ini untuk terus berburu partai untuk membentuk koalisi besar masih terus berlanjut.
Meski begitu, pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto menyatakan peluang munculnya pasangan kandidat lain masih terbuka lebar. Setidaknya, kata dia, Pilgub Sulsel bisa head to head bila tidak mampu memunculkan tiga pasangan.
"Apalagi beberapa partai pemilik kursi yang banyak belum menentukan sikap. Ada Golkar, Gerindra, PKB, dan PPP. Kandidat yang mencuat juga berpotensi besar sehingga partai-partai bisa membagi diri dalam koalisi," kata Andi Ali, Minggu (21/7/2024).
"Karena ini semua bergantung kuat-kuatan dalam melakukan lobi politik. Bila pertarungan nanti head to head maka Pilgub Sulsel ini akan sangat seru. Pertarungan lebih keras," imbuh Andi Ali.
Direktur Profetik Institute Asratillah melihat ada upaya keras Sudirman-Fatmawati mengunci partai yang tergabung di Koalisi Indonesia Maju saat Pilpres lalu yakni Golkar, Gerindra, Demokrat, dan PAN.
"Saya juga mendapatkan informasi, Gerindra juga akan dikunci oleh Sudirman. Jika Demokrat, PAN dan Gerindra dia kunci sisa Golkar. Tapi Golkar baru akan mengeluarkan rekomendasi Pilgub pada pertengahan Agustus nanti," ujar Asratillah.
Dia menilai, bila terjadi 'kotak kosong' di Pilgub Sulsel, maka maka pesta demokrasi di Sulsel tidak akan menjadi dewasa. Publik, kata dia, akan menilai perhelatan politik nantinya merupakan pertarungan orang-orang yang memiliki finansial kuat.
"Bukan karena kapasitas atau ketajaman visi misi. 'Kotak kosong' juga akan memberikan kesan bahwa regenerasi tidak berjalan dengan baik karena dibuktikan kurangnya figur potensial yang direkrut sebagai calon kepala daerah," kata dia.
Dia mengatakan, masih banyak figur di Sulsel yang punya kemampuan yang tak diragukan lagi seperti Ilham Arief Sirajuddin, Danny Pomanto, dan Adnan Purichta Ichsan, tapi mereka bisa gagal maju karena ada kandidat yang ingin memborong partai politik.
"Talenta orang-orang yang memiliki peluang besar jadi gubernur bisa terhenti langkahnya," ucap Asratillah.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, Profesor Sukri Tamma mengatakan dalam konstelasi politik semua kemungkinan bisa terjadi. Apalagi 'kotak kosong' yang dalam perhelatan politik tingkat kabupaten di Sulsel sudah pernah terjadi.
"Kemungkinan-kemungkinan itu ada karena sampai saat ini masih cair. Misalnya, nanti dukungan mengarah ke satu kandidat, berkumpul partai politik ke satu kandidat, yah, mungkin saja.
Selalu ada kemungkinan karena juga di banyak kasus pernah terjadi, di Pilwako Makassar, Pilkada Bone, Enrekang, Gowa, juga satu kandidat. Jadi itu bukan sesuatu yang tidak mungkin, mungkin saja," kata Sukri.
Meski begitu, Sukri menyebut kemungkinan belum adanya rekomendasi resmi partai politik terhadap figur-figur yang mendeklarasikan diri maju dalam Pilgub 2024 dikarenakan masih ada waktu kurang satu bulan lebih untuk mendaftarkan diri ke KPU.
Terlebih, kata dia, kondisi perpolitikan di Sulsel hanya satu partai politik yakni NasDem yang memenuhi syarat mengusung calonnya sendiri.
Namun kondisi tersebut juga dinilai masih membutuhkan koalisi partai lain untuk menggalang dukungan memenangkan kandidatnya.
"Jadi kalau sampai saat ini belum ada partai memberi rekomendasi (resmi) kemungkinan masih ke sana ke sini, begitu juga calon masih berusaha mendapatkan rekomendasi, tentu itu hal yang wajar.
Masih banyak potensi, masih banyak komunikasi dengan pihak lain, para kandidat atau pihak lain," ujar Sukri.
Misalnya Irwan Aras, dari Gerinda, NasDem yang sejak awal menyebutkan nama pasangan meskipun belum ada rekomendasi, terus ada juga Danny Pomanto yang sangat optimis mendapatkan dukungan sama kandidat kandidat lain yang masih terus jalan seperti IAS.
Jadi kondisi ini masih menunggu, masih sangat cair. Sekalipun ada upaya mendorong satu kandidat mungkin saja karena tentunya ada hitung-hitungannya," sambung dia.
Mengenai kotak kosong atau satu kandidat saja, menurut Sukri, tidak ada masalah hanya saja apakah kandidat yang diusung benar-benar mewakili kepentingan rakyat atau hanya kepentingan tertentu saja.
"Yang dikhawatirkan kalau partai politik hanya mengarahkan dukungan kepada satu kandidat saja tapi didorong oleh semangat lain, misalnya membatasi peluang kandidat lain atau didorong oleh kekuatan modal besar untuk kandidat tertentu, meskipun ada kandidat yang sebenarnya juga pantas untuk di dorong bersaing.
Ini yang memang bisa mengganggu semangat demokrasi yang mengarah kepentingan terbaik rakyat akan terganggu, karena alasan berdemokrasi sebenarnya alasan apa yang kemudian menjadi penggerak dari tindakan politik yang dilakukan," ujar dia.
Terlebih jika melihat kondisi di Sulsel saat ini disebut ada banyak nama atau figur yang memiliki kemampuan dan kapasitas untuk menjadi pemimpin Sulsel. Bahkan beberapa figur tersebut menjadi idola rakyat.
Sehingga, kata Sukri, jika hak-hak tersebut dipangkas hanya dikarenakan kepentingan tertentu maka sangat jelas mengganggu demokrasi yang sudah terbangun.
"Makanya kalau kita hari ini ada banyak calon yang kita anggap punya kuantitas, punya kapabilitas, kualitas yang baik ini mestinya diberikan ruang. Artinya ini yang harus diberi ruang partai politik untuk bersaing agar rakyat punya alternatif pilihan, biarkan rakyat memilih.
Meskipun satu kandidat bukan berarti mematikan demokrasi, tadi itu apakah kandidat ini yang terbaik untuk kepentingan rakyat atau hanya didorong kepentingan tertentu," imbuh dia.
Direktur Parameter Publik Indonesia, Ras M.D. mengatakan salah satu pasangan bakal calon sepertinya berupaya untuk memborong rekomendasi dukungan parpol, agar kandidat lainnya tak memiliki dukungan yang cukup untuk ikut bertarung.
"Kondisi ini tidak baik dalam tatanan demokrasi. Seperti yang kita ketahui, kontestasi demokrasi dengan menghadirkan kotak kosong adalah kegagalan dalam berdemokrasi," ujar Ras.
Alasannya, kat dia, pilihan publik saat hari pencoblosan akan menjadi sangat terbatas. Menurut dia, rasionalisasi pilihan publik juga terbatas. Selain itu, paling penting lagi dengan adanya isu kotak kosong maka Partai Politik gagal menjalankan fungsinya sebagai pilar demokrasi.
"Tentu, saya justru khawatir jika skema kotak kosong di Sulsel benar-benar terwujud, kejadian Pilwalkot Makassar 2018 bisa terjadi. Kotak kosong menjadi pemenang," kata Ras.
Ketua Badan Daerah Pembina Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan Partai Demokrat Sulsel, Muhammad Aslan, mengatakan, keputusan DPP mengusung Sudirman-Fatma menjadi keputusan final dan perlu ditindaklanjuti oleh kader di daerah.
Dia mengatakan, bahwa sesuai instruksi DPP Partai Demokrat. Pasca penyerahan rekomendasi kepada ASS-Fatma untuk Pilgub Sulsel, kader dan pengurus di 24 daerah mensosialisasikan Sudirman-Fatma dan membentuk konsolidasi pemenangan.
"Yang pasti ada instruksi ke seluruh kader untuk sosialisasi mensosialisasikan pasangan ini," ujar Aslan.
Menyikapi wacana 'kotak kosong', menurut Aslan, merupakan dinamika berdemokrasi. Dia mengatakan, demokrat punya pengalaman memenangkan serta mengalahkan pasangan calon yang melawan 'kotak kosong'.
Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Sulsel, Azhar Arsyad menyatakan PKB belum tentukan sikap di Pilgub Sulsel 2024.
"Sampai sekarang belum ada putusan DPP untuk mengusung figur," ujar dia.
Azhar mengatakan, PKB mengerucutkan dua nama yaitu Sudirman dan Danny Pomanto. Tapi, yang menentukan adalah DPP. (fahrullah-isak pasa'buan-suryadi/C)
Posting Komentar untuk "Pilgub Sulsel Bisa Head to Head Bila Tidak Mampu Memunculkan Tiga Pasangan"