Sulut, Media Duta,— Dunia akademik Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado kembali diguncang.
Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) perkara administrasi dengan nomor 22/G/2023/PTUN.MDO yang diajukan Rektor Unsrat, melalui putusan akhir dengan nomor 7 PK/TUN/2025.
Gugatan ini diajukan oleh Dr. Theresia Kaunang, SpKJ (K), dan kini telah dimenangkan hingga tingkat kasasi dan PK, memperkuat posisi hukumnya sekaligus mempermalukan pihak rektorat secara hukum.
Sejumlah akademisi mempertanyakan akuntabilitas dan integritas kepemimpinan di tubuh Unsrat, menyusul kekalahan hukum yang sudah terjadi empat kali berturut-turut, hingga ke tingkat tertinggi peradilan.
Perkara yang berawal dari sengketa administratif ini telah melewati putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), hingga Mahkamah Agung, semuanya berpihak pada pihak penggugat.
Putusan final berupa penolakan PK oleh MA memperkuat posisi hukum Dr. Kaunang dan menjadi tamparan bagi institusi yang selama ini menjunjung tinggi nilai akademik, etika, dan tata kelola yang baik.Sejumlah dosen dan pemerhati pendidikan tinggi menilai bahwa serangkaian kekalahan ini mencerminkan adanya pola pelanggaran administratif dan kelemahan manajerial yang tidak dapat lagi diabaikan.
Mereka mempertanyakan, apakah seorang pemimpin universitas yang berkali-kali terbukti kalah di meja hijau, bahkan hingga ke Mahkamah Agung, masih layak memimpin sebuah lembaga akademik sebesar Unsrat?
“Ini bukan sekadar kalah di pengadilan. Ini soal kredibilitas kepemimpinan dan etika akademik.
Ketika seorang rektor berkali-kali kalah dalam proses hukum atas kebijakan yang dipermasalahkan, ini sudah masuk ranah pelanggaran etis dan moral,” ujar salah satu dosen senior yang enggan disebutkan namanya.
Lebih jauh, muncul dorongan agar pihak-pihak terkait, termasuk Senat Universitas dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Republik Indonesia melakukan evaluasi mendalam atas kepemimpinan saat ini.
“Apakah kita akan membiarkan reputasi institusi tercoreng hanya demi mempertahankan ego kekuasaan? Kampus bukanlah ladang percobaan hukum,” tambahnya.
“Kami juga menanyakan hukuman apa yang harus diberikan mengingat Rektor juga melanggar statuta mengenai usia untuk Dekan FKM yang sudah melewati batas usia yang sama dengan kasus Dekan kedokteran dan Wakil Rektor 3 yang juga sudah lewat usia?
Sampai saat ini kedua oknum tersebut masih duduk manis menikmati remunerasi sebagai Dekan dan Warek 3 padahal tidak memenuhi syarat dan melanggar aturan.
Dilain pihak dosen se-Universitas Sam Ratulangi Manado berkali-kali unjuk rasa mengenai tukin dan remunerasi tapi tidak digubris oleh Rektor.
Bayangkan saja jika para dosen mogok mengajar, maka tamatlah riwayat unsrat,” tutupnya.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, juru bicara rektorat Unsrat Mner Philep Regar dan Mner Max Rembang saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp dengan nomor +62 812-430x-xxxx dan +62 821-902x-xxxx sampai hari ini, belum memberikan tanggapan resmi atas penolakan PK tersebut.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa integritas pemimpin akademik tak hanya diukur dari prestasi, tetapi juga dari kemampuannya menjaga marwah hukum dan etika dalam setiap kebijakan.
Unsrat saat ini, sebagai institusi pendidikan tinggi ternama di Indonesia Timur, kini dihadapkan pada tantangan besar untuk merebut kembali kepercayaan publik. IOP
Posting Komentar untuk "Gugatan Dosen Menang di PTUN, MA Hingga Tingkat PK"