
Jatim Media Duta - Aturan sebuah sekolah terkait ujian praktek menjadi polemik yang membuat Dinas Pendidikan atau Disdik Riau turun tangan.
Seorang siswa bercerita terkait nasibnya tak bisa ikut ujian praktik.
Bukan karena nilai atau persyaratan administrasi, tapi semata-mata hanya karena siswa tersebut belum membayar uang ujian praktek sebesar Rp 240 ribu.
Dinas Pendidikan Provinsi Riau langsung turun tangan atas kejadian seorang siswa SMK Negeri 1 Bangun Purba, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau, yang tidak bisa ikut ujian karena belum membayar uang praktik.
"Ya, Plh kepala sekolahnya kami copot," ucap Erisman kepada Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Selasa (3/6/2026).
Erisman menegaskan tidak ada regulasi yang membolehkan sekolah melakukan pungutan terhadap peserta didik.
Sebab, pemerintah telah menyalurkan sejumlah bantuan keuangan, salah satunya dana BOS alias dana operasional sekolah.
"Sekolah sudah mendapat bantuan, kenapa masih membebani siswa. Jangan sampai ada lagi kejadian seperti ini," ucap Erisman.
Pihaknya juga menurunkan tim ke Rohul untuk menggali fakta yang dialami oleh siswa tersebut.
Diberitakan sebelumnya, seorang siswa kelas satu SMK Negeri 1 Bangun Purba di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau, tidak bisa ikut ujian lantaran belum membayar uang praktik, Senin (2/6/2026).
Siswa berinisial RL terpaksa menggadaikan handphone-nya untuk membayar uang praktik agar bisa ikut ujian.
Abang kandung Resta, Arles Lubis, saat dikonfirmasi Kompas.com, membenarkan persoalan ini.
"Benar, adik saya tidak bisa ikut ujian karena belum bayar uang praktik Rp 240.000," akui Resta kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (3/6/2025), seperti dikutip TribunJatim.com, Rabu.
Lebih lanjut, Arles menjelaskan, RL pergi ke sekolah Senin pukul 07.00 WIB untuk melaksanakan ujian.
Namun, pada pukul 07.30 WIB, RL balik pulang meminta uang praktik kepada ibunya.
"Mamak (ibu) sedang tidak ada uang, jadi adik saya menangis tak bisa ikut ujian. Dia mau ikut ujian juga, tetapi tak ada duit kata mamak. Saya pun juga sedang enggak ada uang, gimana mau bantu. Kami lagi susah-susahnya," kata Arles.
Dalam kondisi menangis, sebut dia, RL pergi ke konter menggadaikan handphone-nya untuk membayar uang praktik supaya bisa ikut ujian.
Setelah menggadaikan handphone, RL kembali ke sekolah.
"Tapi pas sampai di sekolah, datang seorang gurunya bilang siapa yang memberi tahu ini ke wartawan, katanya. Adik saya jawab tidak tahu, mungkin abang yang kasih tahu wartawan. Duit (praktik) masih dipegang adik saya, terus guru ini kocar-kacir menelepon saya. Jadi, akhirnya adik saya bisa ujian, tak ada minta apa-apa lagi," ujar Arles.
Arles mengaku tidak ada niat untuk menjatuhkan atau menjelekkan sekolah.
Namun, lantaran adiknya tidak bisa ikut ujian hanya karena belum membayar uang praktik Rp 240.000.
Di sisi lain, pihak sekolah membantah bahwa siswa tidak bisa ikut ujian lantaran belum membayar uang praktik.
Hal ini disampaikan Habibi, selaku Pelaksana Harian (Plh) Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Bangun Purba.
"Kami mau memberikan klarifikasi kepada media, terkait informasi yang beredar bahwa siswa kami yang katanya disuruh pulang karena tidak bisa ikut ujian," ucap Habibi kepada wartawan di Rohul, Senin.
Habibi menyampaikan bahwa sekolah tidak pernah menyuruh siswa yang belum menyelesaikan administrasinya untuk tidak bisa ikut ujian.
"Buktinya ini sudah ada daftar nama dan nilai ujian anak kami RL. Jadi, sekali lagi kami tidak pernah menyuruh anak-anak pulang atau tidak ikut ujian karena belum melunasi administrasi," kata Habibi.
Kendati demikian, pihaknya menyampaikan permohonan atas kejadian tersebut.
Beberapa aturan sekolah belakangan ini memang menjadi perbincangan, seperti satu ini.
Curhatan siswa terpaksa bangun subuh karena jam masuk sekolah lebih pagi yakni pukul 06.00 tengah menjadi sorotan.
Ya, kebijakan masuk sekolah pukul 06.00 WIB menuai beragam tanggapan dari siswa dan orang tua di Karawang.
Sebagian mendukung karena telah terbiasa, namun tak sedikit yang mengaku kerepotan.
Nabila, siswi salah satu SMA di Karawang, mengaku masih kesulitan jika harus masuk pukul 06.00 WIB.
Pasalnya, jarak antara rumah dan sekolah sekitar 10 kilometer, sementara ia harus berangkat bersamaan dengan orang tuanya.
“Jadi saya biasa berangkat pukul 06.30 WIB. Meskipun siap pukul 05.00 WIB, tapi menunggu ibu masak dan sarapan,” kata Nabila, Selasa (3/6/2025).
Menurut Nabila, saat jam masuk sekolah masih pukul 07.00 WIB pun banyak teman-temannya yang datang terlambat.
Ia menilai akan lebih sulit jika harus datang lebih pagi.
Senada, Wahid (35), salah satu wali murid, juga menolak jika siswa masuk sekolah pukul 06.00 WIB.
Putranya yang masih duduk di bangku sekolah dasar masih harus diantar karena rute yang dilewati cukup sulit.
“Waktu tempuh sekitar 15 menit karena melewati irigasi dan jalur macet jika jam berangkat kerja,” ujar Wahid.
Wahid biasanya mengantar anaknya sembari berangkat kerja.
Menurutnya, jika anak harus masuk lebih pagi, maka akan merepotkan seluruh aktivitas pagi keluarga.
Di sisi lain, Cantika (33), warga Purwakarta, justru mendukung kebijakan tersebut.
Ia menyebut putranya yang duduk di kelas 7 SMP sudah terbiasa masuk sekolah pukul 06.00 WIB bahkan datang lebih awal.
“Sepulang dari mengikuti pendidikan karakter di barak militer, putra saya bangun pukul 03.00–04.00, salat subuh di masjid, dan setengah lima sudah di sekolah,” kata Cantika.
Putranya itu, menurut Cantika, bahkan berjalan kaki ke sekolah setiap hari.
Ia mengaku tidak keberatan karena keluarga mereka sudah terbiasadengan jadwal tersebut.(Ignatia)
Posting Komentar untuk "Siswa Gadaikan HP Demi Bayar Uang Praktek Rp 240 Ribu"