Kepsek Minta Rp 15 Ribu Per Siswa untuk Tanda Tangani Ijazah

Bekasi Media Duta, - Orang tua murid atau wali murid di Bekasi menggeruduk kantor Walikota karena kesal.

Sejumlah orang tua murid itu memberikan pengaduan kepada Tri Adhianto, Wali Kota Bekasi.

Mereka melapor ke Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto karena merasa tak ada penyelesaian dengan pihak sekolah.

Wali murid mengungkapkan dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan seorang Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) berinisial SM di wilayah Jaticempaka, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi.

Seperti diketahui, praktik pungli di kalangan pendidikan memang masih kerap kali terjadi.

Orang tua murid menyebut Kepala SDN menagih beberapa anggaran yang tidak seharusnya  kepada murid.

Sejumlah orang tua murid melapor ke Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto mengenai dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan seorang Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) berinisial SM di wilayah Jaticempaka, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi. 

Misalnya saja seperti uang capek karena menandatangani berbagai ijazah kelulusan anak murid di sekolah.

Tetapi menurut wali murid dugaan pungli ini disertai juga dengan dugaan penyelewengan dana lainnya.

Shinta (34) mengatakan selain dugaan pungli, diduga juga Kepala SDN tersebut melakukan penyelewengan dana BOS, hingga melakukan tindakan intimidasi terhadap guru.

“Niat kami ke menemui Wali Kota sebenarnya untuk menyerahkan laporan  bukti (Sejumlah dugaan pelanggaran) langsung kepada pak Wali Kota ya, antara lain terkait penyelewengan yang diduga dilakukan kepala sekolah seperti pungli, penyelewengan Dana BOS, penistaan agama, sampai intimidasi,” kata Shinta dikutip Selasa (22/7/2025). 

Shinta menjelaskan dalam agenda pelaporan pada Senin (21/7/2025), sejumlah orangtua murid memaparkan dugaan pungli dilakukan dalam bentuk permintaan uang.

Diantaranya untuk biaya sampul raport hingga pembelian alat-alat kelas.

Di mana menurut orangtua murid seluruh kebutuhan tersebut telah dibelanjakan secara mandiri oleh pihaknya.

“Beliau ini minta uang sampul rapot, padahal itu sudah termasuk dalam Dana BOS. Keperluan kelas juga kami beli sendiri, tapi dia mengakuinya dan bilang dibeli dari Dana BOS,” jelasnya.

Shinta menuturkan tidak hanya itu, diduga kepala sekolah kerap meminta jatah lebih kurang 20 persen dari uang ekstrakurikuler yang dikelola oleh guru kelas.

Bahkan diduga juga kepala sekolah memungut uang Rp15 ribu untuk setiap tanda tangan ijazah.

“Kalau mau minta tanda tangan ijazah ke beliau, itu ada uangnya. Katanya untuk uang capek. Per anak dimintai Rp15 ribu,” tuturnya.

Shinta menyampaikan persoalan kelengkapan buku pelajaran pun menjadi bagian indikator penyelewengan. 

Menurutnya, sejak awal tahun ajaran, buku pelajaran tidak pernah lengkap dan sempat membuat siswa hanya belajar dari catatan guru.

“Anak-anak sempat enggak punya buku, jadi cuma belajar dari catatan guru,” imbuhnya.

- Sejumlah orang tua murid melapor ke Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto mengenai dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan seorang Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) berinisial SM di wilayah Jaticempaka, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi. 

Kemana orangtua murid tersebut melapor selain Walikota?

Sebagai informasi, Shinta memaparkan sebelum mendatangi Tri, para wali murid terlebih dahulu melapor ke Dinas Pendidikan (Disdik) dan DPRD Kota Bekasi. 

Bahkan sidang terbuka pernah digelar hingga melibatkan seluruh pihak terkait.

“Sudah pernah ke Dinas Pendidikan dan ke DPRD juga. Sidang terbuka juga pernah dilakukan. Semua guru, wali murid, kepala sekolah, pengawas dinas, dan Ketua Komisi IV DPRD, Ibu Adelia, hadir,” paparnya.

Hanya saja Shinta menegaskan para wali murid menilai proses penyelesaian dinilai berlarut-larut. 

Padahal menurutnya, keputusan pencopotan kepala sekolah sudah keluar sejak Jumat (18/7/2025).

“Guru-guru sudah melapor sejak Desember, wali murid sejak Januari. Tapi prosesnya lambat. Padahal SK pemberhentian sudah keluar hari Jumat kemarin, intinya mau ditindak segera," pungkasnya.

Kepsek lain terbukti pungli tapi tak dihukum

Pungutan biaya seragam dalam penerimaan siswa di SDN Ciledug Barat, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, tengah jadi buah bibir.

Setelah diperiksa, Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan (Disdik Tangsel) memastikan tidak ada pungutan biaya seragam Rp1,1 juta.

Hal itu disampaikan Kepala Bidang Pembinaan SD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel, Didin Sihabudin.

Ia mengatakan, belum ada transaksi orang tua siswa yang dimaksud telah membayar uang seragam kepada pihak sekolah.

Dari hasil pemeriksaan, Disdik menyatakan tidak ditemukan adanya pungutan resmi yang dibebankan kepada orang tua siswa terkait seragam.

Selain itu, anak tersebut sudah diterima dan saat ini aktif bersekolah.

"Selama proses pemeriksaan, belum ada bukti bahwa orang tua siswa telah membayar uang seragam kepada pihak sekolah," ungkap Didin pada Kamis (17/7/2025).

"Kepala sekolah juga mengakui kekeliruannya dan menyatakan tidak akan mengulangi hal yang sama," imbuhnya.

Disdik menegaskan, sekolah negeri tidak diperbolehkan memungut biaya dalam bentuk apapun, termasuk untuk seragam.

Menurut Didin, siswa dipersilakan menggunakan seragam yang ada.

Selain itu, Disdik memastikan bahwa anak yang sebelumnya diberitakan belum masuk sekolah, kini telah diterima dan mengikuti kegiatan belajar di SDN Ciledug Barat.

"Kami juga telah melakukan visitasi langsung dan melihat sendiri bahwa anak tersebut telah masuk ke ruang kelas dan mengikuti pelajaran," lanjutnya.

Disdik berkomitmen untuk mewujudkan prinsip sekolah ramah anak di seluruh wilayah Tangsel.

"Kami ingin memastikan semua anak di Tangsel bisa masuk sekolah dengan bahagia dan nyaman, sesuai prinsip sekolah ramah anak," ucap dia.

Kepala Bidang Pembinaan SD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel, Didin Sihabudin, saat ditemui di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan, Serpong. (Intan Afrida Rafni )

Lebih lanjut, Disdik tidak memberikan sanksi kepada kepala SDN Ciledug Barat yang sempat meminta pembayaran seragam senilai Rp1,1 juta per siswa melalui rekening pribadi.

Menurut Didin, sang kepala sekolah telah mengakui kekeliruannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan serupa.

"Saya kira begini, dia memastikan tidak akan mengulangi yang sama. Ini baru pertama kali memang."

"Kepala sekolah, saya juga mohon maaf, saya merasa salah," ujar Didin saat ditemui, Kamis (17/7/2025).

Permintaan biaya seragam tersebut muncul setelah orang tua siswa berkonsultasi langsung ke kepala sekolah.

Namun, Didin, menegaskan hal itu tetap tidak dibenarkan, apa pun bentuk atau alasannya.

"Intinya, itu tidak boleh. Tidak boleh, begitu ya, bayar ke rekening, walaupun itu bukan SPP. Apapun namanya, itu tidak boleh," tegas Didin.

Didin menekankan, sekolah negeri tidak diperbolehkan menarik pungutan dari orangtua siswa, termasuk untuk keperluan seragam.

Kebijakan ini sejalan dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan yang ramah anak dan inklusif.

"Prinsipnya, bagi kami Dinas Pendidikan, setelah kejaran kami dari Kepala Dinas, tidak dibolehkan."

"Dan anak harus mendapatkan hak belajar, hak pendidikan yang layak," imbuh Didin.

Didin mengaku telah menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap kepala SDN Ciledug Barat kepada pimpinan, termasuk Kepala Dinas.

"Soal sanksi terhadap kepala sekolah, akan ditentukan setelah evaluasi lebih lanjut oleh pimpinan," ujar Didin.

Meski begitu, Didin memastikan tindakan kepala sekolah tersebut telah menimbulkan dampak internal.

Ia menegaskan bahwa kejadian serupa tidak boleh terulang di masa mendatang.

"Sudah berdampak, (Kepsek) tidak akan mengulang lagi. Dan tidak ada iuran atau kebutuhan," ucap Didin.(Ignatia)

Posting Komentar untuk "Kepsek Minta Rp 15 Ribu Per Siswa untuk Tanda Tangani Ijazah"