Jakarta, Media Duta, - Pemerintah Amerika Serikat (AS) sedang dirundung masalah besar dimulai dari penutupan (shutdown) pemerintahan federal yang diperkirakan merugikan perekonomian AS senilai US$15 miliar per minggu atau sekitar Rp248 triliun hingga ancaman kebangkrutan.
Dengan shutdown yang telah berjalan selama 2 minggu, maka kerugian ekonomi AS menjadi sekitar sekitar Rp496 triliun.
Angka kerugian ini diumumkan pada Rabu (15/12/2025) malam waktu setempat, mengoreksi pernyataan sebelumnya dari Menteri Keuangan Scott Bessent yang sempat menyebutkan biaya penutupan bisa mencapai US$15 miliar per hari.
Angka kerugian ini diumumkan pada Rabu (15/12/2025) malam waktu setempat, mengoreksi pernyataan sebelumnya dari Menteri Keuangan Scott Bessent yang sempat menyebutkan biaya penutupan bisa mencapai US$15 miliar per hari.
Bessent dalam konferensi pers menegaskan bahwa penutupan tersebut mulai "mengiris ke otot" ekonomi AS.Infog Gedung Tertinggi di Dunia (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
"Gelombang investasi ke dalam perekonomian AS, termasuk ke kecerdasan buatan, berkelanjutan dan baru saja dimulai, tetapi penutupan pemerintah federal menjadi hambatan yang semakin besar," ujar Bessent, dilansir Reuters. "Satu-satunya hal yang memperlambat kita di sini adalah penutupan pemerintah ini."
Selain isu shutdown, Bessent juga menyoroti kondisi defisit AS. Ia mengatakan defisit AS untuk tahun fiskal 2025 yang berakhir 30 September lebih kecil dibandingkan US$1,833 triliun (Rp29.328 triliun) yang tercatat pada tahun fiskal sebelumnya.
Kantor Anggaran Kongres (CBO) sendiri memperkirakan defisit fiskal AS tahun 2025 sedikit turun menjadi US$1,817 triliun (Rp 29.072 triliun).
"Gelombang investasi ke dalam perekonomian AS, termasuk ke kecerdasan buatan, berkelanjutan dan baru saja dimulai, tetapi penutupan pemerintah federal menjadi hambatan yang semakin besar," ujar Bessent, dilansir Reuters. "Satu-satunya hal yang memperlambat kita di sini adalah penutupan pemerintah ini."
Selain isu shutdown, Bessent juga menyoroti kondisi defisit AS. Ia mengatakan defisit AS untuk tahun fiskal 2025 yang berakhir 30 September lebih kecil dibandingkan US$1,833 triliun (Rp29.328 triliun) yang tercatat pada tahun fiskal sebelumnya.
Kantor Anggaran Kongres (CBO) sendiri memperkirakan defisit fiskal AS tahun 2025 sedikit turun menjadi US$1,817 triliun (Rp 29.072 triliun).
Meskipun defisit terlihat mengecil, Bessent menyoroti angka rasio utang terhadap PDB yang kini mencapai angka lima di depannya.
"Defisit-terhadap-PDB, yang merupakan angka penting, sekarang memiliki angka lima di depannya," kata Bessent.
Ketika ditanya apakah ia ingin melihat angka tiga di awal rasio defisit-terhadap-PDB, Bessent menjawab, "Ya, itu masih mungkin.
"Defisit-terhadap-PDB, yang merupakan angka penting, sekarang memiliki angka lima di depannya," kata Bessent.
Ketika ditanya apakah ia ingin melihat angka tiga di awal rasio defisit-terhadap-PDB, Bessent menjawab, "Ya, itu masih mungkin.
" Ia menambahkan bahwa rasio tersebut akan turun jika AS dapat "tumbuh lebih banyak, belanja lebih sedikit, dan membatasi pengeluaran."
Bessent juga menyatakan optimisme terhadap prospek pertumbuhan jangka panjang ekonomi AS, menghubungkannya dengan kebijakan mantan Presiden Donald Trump.
"Ada permintaan yang terpendam, tetapi kemudian Presiden [Donald] Trump telah melepaskan ledakan ini dengan kebijakannya," kata Bessent.
Ia juga berpendapat bahwa insentif dalam undang-undang pajak Partai Republik dan tarif era Trump akan menjaga ledakan investasi terus berjalan dan memicu pertumbuhan yang berkelanjutan.
"Saya pikir kita bisa berada dalam periode seperti akhir tahun 1800-an ketika kereta api masuk, seperti tahun 1990-an ketika kita mendapatkan internet dan ledakan teknologi perkantoran," tutup Bessent.
Bessent juga menyatakan optimisme terhadap prospek pertumbuhan jangka panjang ekonomi AS, menghubungkannya dengan kebijakan mantan Presiden Donald Trump.
"Ada permintaan yang terpendam, tetapi kemudian Presiden [Donald] Trump telah melepaskan ledakan ini dengan kebijakannya," kata Bessent.
Ia juga berpendapat bahwa insentif dalam undang-undang pajak Partai Republik dan tarif era Trump akan menjaga ledakan investasi terus berjalan dan memicu pertumbuhan yang berkelanjutan.
"Saya pikir kita bisa berada dalam periode seperti akhir tahun 1800-an ketika kereta api masuk, seperti tahun 1990-an ketika kita mendapatkan internet dan ledakan teknologi perkantoran," tutup Bessent.
Seraya mendesak politisi Demokrat untuk "menjadi pahlawan" dan berpihak pada Republik untuk mengakhiri penutupan pemerintah.(*)

Posting Komentar untuk "AS Terancam Bangkrut, Utang Menggila Merugi Sekitar Rp248 triliun Perminggu"