Nama Prof. Dr. Saldi Isra kini identik dengan integritas di benteng hukum tertinggi Indonesia.
Menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2023–2028, perjalanan hidup pria asal Sumatera Barat ini adalah potret ketekunan akademis dan prinsip moral yang tak tergoyahkan.
Kegagalan yang Menjadi Bahan Bakar
Lahir di Paninggahan, Solok, pada 20 Agustus 1968, Saldi tumbuh dalam keluarga sederhana.
Sebagai putra seorang petani, jalan menuju kesuksesan tidaklah mulus. Ia sempat merasakan pahitnya kegagalan saat dua kali tidak lolos ujian masuk perguruan tinggi negeri pada tahun 1988 dan 1989.
Baru pada percobaan ketiga di tahun 1990, ia diterima di Fakultas Hukum Universitas Andalas. Di sana, bakat besarnya mulai terlihat.Jauh sebelum Mahkamah Konstitusi didirikan di Indonesia pada 2003, Saldi sudah menuangkan ide tentang pentingnya lembaga tersebut ke dalam tesis sarjananya.
Ia pun lulus pada 1995 dengan predikat tertinggi, summa cum laude.
Konsistensi di Jalur Akademis
Alih-alih tergiur terjun ke dunia politik praktis, Saldi memilih jalan sebagai pendidik.
Sembari mengajar di almamaternya, ia terus memburu ilmu hingga ke Negeri Jiran, meraih gelar Magister dari Universitas Malaya (2001), dan kemudian gelar Doktor dari Universitas Gadjah Mada (2009).
Dedikasinya yang tanpa kompromi membawanya meraih gelar Profesor Hukum Tata Negara pada usia yang relatif muda, yakni 42 tahun.
Bahkan, saat Presiden Joko Widodo sempat memintanya masuk ke dalam kabinet pemerintahan, Saldi menolak secara halus.
Baginya, kursi akademisi memberikan kebebasan berpikir yang tidak bisa ditukar dengan jabatan politik.
Sang Pejuang Antikorupsi
Sepanjang kariernya, Saldi tidak hanya duduk di balik meja. Ia adalah aktivis hukum yang vokal.
Namanya mulai dikenal luas secara nasional saat ia meraih Bung Hatta Anti-Corruption Award (2004).
Penghargaan itu merupakan buah dari keberaniannya mengungkap skandal korupsi di DPRD Sumatera Barat.
Delapan tahun kemudian, pada 2012, ia kembali dianugerahi Megawati Soekarnoputri Award atas upayanya yang tiada henti dalam memperkuat gerakan antikorupsi di tanah air.
Melangkah ke Medan Konstitusi
Puncak pengabdian Saldi dimulai ketika Mahkamah Konstitusi diguncang prahara penangkapan salah satu hakimnya pada tahun 2017.
Dalam proses seleksi yang ketat oleh tim pansel bentukan Presiden, Saldi muncul sebagai kandidat dengan nilai tertinggi dari 45 nama yang masuk.
Pada 11 April 2017, ia resmi dilantik menjadi Hakim Konstitusi. Kini, sebagai Wakil Ketua MK, ia berdiri di garis depan untuk mengawal konstitusi Indonesia.
Sosoknya yang dikenal kritis dan tajam dalam memberikan pendapat hukum (dissenting opinion) menjadikannya salah satu hakim yang paling dihormati oleh publik.
Biodata Singkat
Nama: Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., MPA.
Lahir: Solok, Sumatera Barat, 20 Agustus 1968.
Pendidikan: S1 Universitas Andalas, S2 Universitas Malaya, S3 Universitas Gadjah Mada.
Jabatan: Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi RI (2023–2028).
Prestasi: Bung Hatta Anti-Corruption Award (2004).
(*)

Posting Komentar untuk "Kisah Saldi Isra: Dari Desa di Solok Menuju Puncak Tertinggi Hukum Indonesia "