Arjuna, seorang pemuda yang nekat meninggalkan jejak kakinya di tanah rantau demi menjemput secercah harapan.
Hidupku adalah ikhtiar sunyi; aku datang hanya untuk mencari kehidupan yang layak, bukan masalah.
Aku bersumpah untuk tidak pernah merepotkan siapa pun, menjalani hari-hari sebagai anak rantau yang pendiam dan tak terlihat.
Malam itu, keganasan hujan mencambuk Sibolga.
Aku hanya seorang musafir basah yang mencari tempat menaungi badan . Hatiku tertambat pada Masjid Agung Sibolga—sebuah oase yang damai, yang kuanggap sebagai rumah kedua yang tak pernah menghakimi.
Aku melangkah masuk, mencari ketenangan, merangkai doa sederhana untuk istirahat sejenak.Lalu, kengerian itu datang.
Mereka, lima sosok berwajah gelap, mengh4ncvrkan ketenangan itu. Tanpa peringatan, tanpa pertanyaan, mereka menghampiriku dengan mata penuh kebenc14n. "Keluar dari sini!" Perintah yang diiringi dengan keker4s4n yang tak terampuni.
Rasa sakit itu meled4k di seluruh tubuhku, mem4d4mkan setiap upaya dan setiap pertanyaan yang ingin kusuarakan.
Aku melawan, bukan dengan kekuatan, melainkan dengan kebingungan yang mendalam... sampai akhirnya kegelapan merenggvt ku.
Jiw4 ku terenggvt. Bukan di jalanan yang kej4m, melainkan di dalam rumah-Nya sendiri, tempat paling mulia yang seharusnya menjamin keselamatan seorang hamba.
Apa salahku yang begitu fat4l⁉️4pakah nasibku dis3g3l hanya karena aku seorang pendatang⁉️Ataukah karena di mata mereka, aku hanyalah m4ngs4 yang lemah dan sendirian⁉️
Setelah kepergianku, takdir seolah menuntut pertanggungjawaban. Hujan lebat yang mem4t1k4n, banjir, dan longsor besar menyapu Sibolga.
Bencana alam itu adalah sebuah cap nestapa yang abadi bukannya aku yang lem4h, melainkan moralitas dan kemanusiaan merekalah yang telah hanyut terseret arus.(*)


Posting Komentar untuk "Kisah Tragis Arjuna, Korban Tewas Terbunuh di Pintu Masjid"