Mansur Seorang Guru Surati Presiden Berharap Diberikan Amnesti

Pak Presiden Prabowo yang Mulia, Izinkan saya Mansur, seorang guru biasa, bukan pejabat, bukan orang berpengaruh, bukan pula seseorang yang memiliki kekuatan untuk membela diri di ruang-ruang hukum yang dingin.

Saya hanya seorang pendidik yang hidup sederhana, mengajar dengan hati, dan berharap dapat melihat anak-anak bangsa menjadi lebih cerdas daripada generasi sebelum mereka.

Namun hari ini, saya menulis bukan sebagai guru yang mengajar dengan senyum. Saya menulis sebagai seseorang yang dijatuhi vonis 5 tahun penjara atas tuduhan yang saya yakin tidak pernah saya lakukan.

Saya difitnah, saya diputuskan bersalah, tetapi ironi terbesar adalah: bukti yang seharusnya mengunci langkah saya justru tidak cukup untuk menegakkan kebenaran.

Sejak saat itu, hidup saya terhenti. Nama baik yang saya bangun dengan pengabdian bertahun-tahun seketika runtuh. Jalan hukum yang saya tempuh terasa panjang dan sunyi.

Banyak yang dulu berdiri di samping saya, perlahan mundur, bukan karena tidak peduli, tetapi karena mereka tidak tahu lagi harus berbuat apa.

Karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya memohon:

"Jangan biarkan saya berjuang sendirian".

Saya percaya negara tidak boleh membiarkan seorang guru—yang seumur hidup mengajarkan nilai kejujuran dan moral—hancur karena fitnah yang tidak terbukti kuat secara hukum.

Bapak Presiden,

Jika negara hadir melindungi yang kuat, maka keadilan hanyalah slogan. Namun jika negara mau membela yang lemah, maka keadilan betul-betul bernyawa.

Dengan segala hormat, saya berharap:

Presiden memberikan Amnesti, agar saya bisa kembali menjadi guru, kembali mengabdi, kembali berdiri di depan kelas—bukan di balik jeruji.

Saya percaya, negara ini masih punya hati.

Dengan penuh harap,

"Mansur"

Seorang Guru

Yang masih percaya keadilan tidak hanya untuk mereka yang memiliki kekuasaan.