Renungan bapak-bapak yang ditinggal istri , ketika rumah masih dalam suasana ramai setelah pulang dari pemakaman, kepalaku masih pusing karena tak bisa menahan tangis melihat Ajasad terakhir istriku dimasukkan ke liang lahat.
Aku ingat saat dipemakaman adalah momen tersedih yang pernah aku alami sepanjang hidupku, ternyata itu belum apa-apa.
Banyak kepiluan-kepiluan lain yang membuatku serasa hancur. Mulai saat malam setelah rumah ini kosong dari pelayat, anak-anak seperti tidak bisa tidur tanpa ibunya. Mereka masih menangis sesengukan. Aku hanya bisa memeluk mereka tanpa bisa menyembunyikan kesedihan diwajahku.
Putriku yang baru berusia 5 tahun beberapa kali berlari ke kamar sambil memanggil - manggil ibunya. Sepertinya dia lupa bahwa ibunya telah tiada. Kemudian ia keluar lagi dengan wajah kecewa.
Malam berlalu tanpa aku bisa melelapkan mata sedetik-pun. Aku memandangi anak-anak yang tidur dengan gelisah. Sebentar-sebentar terbangun dan putra pertama kami yang berusia 9 tahun ternyata menangis sambil melekatkan wajahnya dibantal.
Adiknya laki-laki berusia 7 tahun udah tertidur, namun sesekali terbangun sembari memanggil ibunya. Sungguh aku tak tenang malam itu. Rasanya rumah ini bagaikan hampa.
Beberapa hari masih berlangsung dengan suasana yang sama, meskipun masih ada kerabat yang membantu masak dan menyapu rumah hingga hari ketiga. Masih banyak tetangga yang memeluk dan menguatkan anak-anak.
Hingga tibalah hari yang membuat aku amat sedih. Ketika mereka sudah mulai masuk sekolah.
Pagi itu mereka semua sudah bangun, aku kebingungan, anak-anakku juga seperti bingung mau berbuat apa.
Biasanya pagi kami selalu dibangunkan, disuruh mandi dan sholat, disiapkan pakaian, dibuatkan sarapan dan kami berangkat dalam keadaan rapi dan perut yg sudah kenyang.
Hari ini semua tinggal kenangan membuat kami hanya diam terpaku.
Aku menyuruh anak-anak melihat makanan di kulkas tapi yang ada hanya bahan mentah yang tidak siap saji.
Rumah yang biasanya bersih dan rapi kini nampak berantakan. Aku pergi membeli sarapan untuk kami berempat.
Saat membayar aku kaget uang Rp50.000 tanpa kembalian. Padahal selama ini aku hanya memberi Rp50 ribuan kepada istriku cukup untuk makan kami sampai malam.
Kadang-kadang aku marah-marah kalau dia minta tambahan. Aku bawa sarapan pulang dan anak-anak sudah menunggu dimeja makan. Sudah jam 7.30 biasanya mereka sudah diantar ke sekolah semuanya diantar istriku berbarengan.
Sementara aku baru pulang beli sarapan. Dalam hati kalau terlambat semoga dimaklumi karena habis kemalangan.
Saat mau makan aku tidak tau dimana piring dan sendok, mengambilkan air dan dimana letak gelas. Saking seringnya selalu dilayani semua oleh istri.
Sehingga makin merasa kacau saat jam sudah menuju pukul 8 pagi dan anak2 belum terantar semua.
Aku benar-benar kehilangan seorang dewa dalam rumah kami. Inikah yang selama ini dilakukan istriku?
Mengapa aku selalu menganggap dia tak ada kerjaan. Selalu menganggap sepele pekerjaan seorang ibu. Aku masih linglung ditempat kerja. Padahal masih banyak teman-teman yang menghampiri mengucapkan belasungkawa.
Hingga aku ditelpon oleh wali kelas anak ku yang masih TK , katanya anak2 udah pulang tapi belum ada yang jemput, aku minta ijin pergi menjemput anak dan jam 12 anakku yang nomor dua, juga menelpon minta dijemput karena juga sudah pulang.
Selama ini tidak satupun jadwal mereka yang saya ketahui. Saya hanya bekerja dan tak peduli dengan itu semua.
Anakku yang besar pulang jam dua artinya saya tak bisa lagi kembali ketempat kerja. Sampai di sekolah anakku, saya masih melihat didepan sekolah, masih ada bekas percikan darah saat istriku kecelakaan 3 hari lalu, kecelakaan yang serta merta merenggut nyawanya saat menjemput anak sulungku.
Sampai di rumah anak-anak nampak kelaparan, biasanya dibekali makan dan yang TK katanya biasanya dijemput dan lansung makan dirumah. Baru kembali jemput abangnya setelah makan.
Ternyata saya yang tidak tahu manajemen, waktu sehebat almarhumah istriku. Aku harus ke warung makan lagi untuk pergi membeli makan siang.
Begitupun nantinya makan malam. Sehingga tidak kurang dari Rp200rb sampai malam. Aku berpikir ini baru 1 hari, bagaimana kalau 1 bulan. Gajiku tidak akan cukup untuk kami berempat.
Malam ini anak-anak juga mengingatkanku tadi mereka tidak ada yang mengaji karena tidak ada yg mengantarkannya ketempat ngaji mereka.
Ya Allah
Indah Sekaliekali Caramu Menegurku
Begitu kacaunya hidupku tanpa istriku, keuangan makin amburadul, anak-anak tak terurus, makanan favoritku tidak ada lagi.
Rumah dan tanaman sepertinya hilang aura, karena tak ada lagi yang merawat dan membersihkan. Aku masih sempat merasa wanita diluaran lebih cantik dari istriku.
Andai aku bisa menebus apapun yang telah aku lakukan kepada istriku selama ini, maka aku ingin sekali memperbaikinya. Aku ingin membantunya, menyayanginya sepenuh hati dan tak akan pernah berkata kasar kepadanya.
Begitu lelahnya setiap hari, tapi sepulang kerja aku masih sering membentaknya. Saat dia minta tambahan belanja aku berkata kasar kepadanya.
Saat aku jadikan istri dia rela berpisah dengan anggota keluarga besarnya, hidup susah payah dan sederhana denganku.
Maafkan aku istriku, andai aku bisa menebus semua kesalahanku, satu hari saja tanpamu kami seperti anak ayam kehilangan induknya. Berserakan.
Saat sholat aku kembali menangis sejadi-jadinya. Andai bisa kutebus, aku ingin menebus meski dengan nyawaku.
Aku ingin dia yang hidup menjaga anak-anak dan biarlah aku yang menghadap-Mu. Ini sangat berat bagiku apalagi bagi anak-anakku. Demikian do'a tengah malamku.
Aku tak tega melihat pakaian anak-anak yang kusut tak terurus, makan yang tak ada yang masak dan aku tak tega melihat mereka kekurangan kasih sayang.
Jujur selama ini aku tak dekat dengan anak-anak. Mereka selalu sama ibunya. Aku hanyalah kerja, pulang, tidur dan kerja lagi. Aku tak tau apa-apa tentang urusan anak dan rumah.
Istriku, aku berdoa semoga lelah mu jadi ibadah, semoga semua yang kau lakukan untuk kami membawamu ke syurga, aamiin.
Semoga engkau bahagia di alammu. Kali ini aku benar-benar menangis tersedu-sedu sambil membayangkan wajahmu. Kamu tak pernah mengeluh dengan pekerjaanmu, kau tak pernah meminta sesuatu yang aku tak sanggup membelinya.
Kamu jalani semua dengan sabar dan aku merasa belakangan jarang memperhatikanmu. Jarang bertanya, bagaimana anak-anak kita, jarang bertanya bagaimana hari-harimu.
Engkau ibu yg luar biasa bagi anak-anak kita. Semuanya terlihat saat engkau telah tiada kemurungan selalu menyelimuti wajah mereka. Mereka sering menangis, mereka sering salah memanggilmu sepulang sekolah.
Mereka sering berlari ke kamar kita seolah-olah engkau masih ada.
Kekasih Hatiku
Mengapa aku jatuh cinta padamu justru setelah engkau tiada. Tidak akan ada yang menggantikan dirimu dihatiku. Mengapa rasa cinta ku padamu menggebu-gebu saat dirimu sudah berada dipusara. Maafkan Aku Istriku Aku Terlambat Jatuh Cinta Padamu.(**)
Posting Komentar untuk "Maafkan Aku Istriku Aku Terlambat Jatuh Cinta Padamu"