Polemik Pengalihan Kuota Haji Reguler Untuk Haji Khusus


Jakarta  Media Duta,- DPR telah menyepakati pembentukan panitia khusus hak angket evaluasi penyelenggaran haji 2024.

 Salah satu kerja pansus haji adalah menelusuri dugaan pelanggaran kuota jemaah haji, yakni menyoroti pengalihan kuota haji regular untuk haji khusus.

Berdasarkan  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji plus atau furoda tidak boleh lebih dari 8 persen dari kuota tambahan sebanyak 20.000 orang. 

Namun, pansus menyebut hampir 50 persen dari 20.000 kuota dialihkan untuk kebutuhan kuota haji plus atau furoda. 

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latif mengatakan Indonesia mendapatkan 221.000 kuota haji di tahun ini. Kuota terdiri atas 203.320 kuota haji reguler dan 17.680 kuota haji khusus. 

Menurut Hilman, pembagian itu sesuai dengan Undang-Undang Ibadah Haji dan Umrah bahwa kuota haji khusus sebesar 8 persen. 

Kemudian, pada Oktober 2023, Presiden Jokowi berkunjung ke Arab Saudi. Dari situ, ia mendapat tambahan kuota sebesar 20.000 jemaah. 

Hilman mengatakan, pasal 9 Undang-Undang Ibadah Haji menyebut, menteri yang mengatur alokasi kuota tambahan itu.

 Menteri lantas mengalokasikan 10.000 untuk jemaah haji reguler dan 10.000 untuk jemaah haji khusus. 

"Kita dapat kuota haji, 30 Juni 2023. Jumlahnya 221.000 jemaah. Saat pembahasan awal dengan Panitia Kerja DPR, jumlahnya masih 221.000. 

Di tengah jalan ada informasi hasil kunjungan presiden, Indonesia mendapat spesial ekstra kuota 20.000," kata Hilman Latif dalam keterangan resmi Kemenag, Senin 15 Juli 2024.

Hilman mengaku, sejak sebelum ada kuota tambahan, pihaknya sudah mendiskusikan dengan Arab Saudi soal kepadatan di Mina. Menurutnya, sempat didiskusikan simulasi dari 221.000 kuota, sebanyak 30.000 gunakan skema tanazul ke hotel, untuk mengurangi kepadatan di Mina. 

Tanazul adalah jemaah memisahkan diri dari rombongan, tidak menginap di tenda Mina, tapi kembali ke hotel di Makkah, khususnya yang dekat dengan jamarat.

Dalam perkembangan selanjutnya, tambahan kuota 20.000 mendapat persetujuan dari Kementerian Haji dan Umrah Saudi pada 8 Januari 2024, dengan alokasi 10.000 untuk haji khusus dan 10.000 reguler.

 Hal itu tertuang dalam MoU yang ditandatangani oleh Menteri Agama RI dan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi. MoU itu yang kemudian menjadi landasan Kemenag dalam menyiapkan layanan.

Mendapat kuota tambahan sebanyak 20.000, kata Hilman, mengharuskan Kementerian Agama untuk menyesuaikan penyelenggaraan haji. 

Mulai dari skema pemberangkatan jemaah, hingga penyiapan layanan, baik di tanah air maupun Tanah Suci. Apalagi, Kemenag belum pernah mendapat tambahan kuota hingga 20.000. 

Sebelumnya, Kemenag pernah mendapat tambahan kuota 10.000 pada 2019, dan 8.000 pada musim haji 2023.

"Lalu tahun ini mendapat tambahan kuota 20.000, tambah menantang. Kita lakukan banyak simulasi," kata Hilman.

Proses simulasi terus dilakukan, menyusul Pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan baru tentang pembagian zona (zonasi) di wilayah Mina.

 Kebijakan yang terbit pada Desember 2023 ini membagi kawasan Mina dalam lima zona. Dua zona di dekat kawasan Jamarat (zona yang selama ini digunakan haji khusus), zona tiga dan empat di wilayah setelah terowongan Mu'aishim, sedang zona lima di Mina Jadid. 

Masing-masing zona ada standar biayanya. Semakin dekat dengan jamarat (tempat lontar jumrah), semakin mahal biayanya.

"Setelah dihitung, baik soal biaya maupun kepadatan, jemaah haji Indonesia bisa menempati zona 3 dan 4. Proses kontrak penyediaan tenda dan layananannya tetap first come first served, meski tetap diatur. 

Sebab, selain Indonesia, zona 3 dan 4, ditempati juga jemaah dari Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan China," kata Hilman.(*)

Posting Komentar untuk "Polemik Pengalihan Kuota Haji Reguler Untuk Haji Khusus"