Makassar Media Duta,- Pencabutannya meteran air PDAM sesungguhnya tidak perlu terjadi, jika pelanggan bersedia membayar tunggakan secara bertahap.
Bukannya langsung dicabut kemudian melakukan nego pembayaran secara bertahap, hal seperti itu patut dinyatakan tindakan premanisme, kata Farid Mamma, SH. MH.
Selanjutnya dikatakan, sebelum pencabutan tentunya perlu peringatan, satu kali, dua kali lewat surat peringatan atau bertemu langsung konsumen, bukan langsung dicabut, kemudian melakukan nego, ujarnya kesal.
Sebagai mana berita sebelumnya, bahwa Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Kota Makassar memberikan klarifikasi atas pemberitaan terkait penutupan instalasi dan pencabutan meteran air pada pelanggan atas nama Farid Mamma, S.H., M.H., yang beralamat di Jalan Baji Pangasseng Nomor 32 Makassar pada, Senin (13/1/2025).
Langkah tersebut dilakukan setelah pelanggan diketahui memiliki tunggakan selama empat bulan dengan nilai sebesar Rp2.004.120.
Menurut data yang disampaikan oleh pihak Perumda, tindakan penutupan dan pencabutan meteran telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Berdasarkan ketentuan Direksi, pelanggan yang menunggak pembayaran selama dua bulan berturut-turut memenuhi syarat untuk dilakukan pemutusan layanan tanpa pemberitahuan tertulis sebelumnya.
Direktur Utama Perumda Air Minum Kota Makassar, Beni Iskandar, menjelaskan bahwa prosedur pencabutan meteran dilakukan dengan pengawasan yang ketat dan sesuai dengan regulasi. Ia juga membantah tuduhan pencurian meteran yang sebelumnya disampaikan oleh pelanggan.
“Pada saat penutupan dan pencabutan meteran, tindakan tersebut disaksikan langsung oleh istri Bapak Farid Mamma.
Dengan demikian, tuduhan pencurian tidak dapat dibenarkan karena komunikasi antara petugas kami dan pelanggan sudah dilakukan sebelumnya,” tegas Beni dalam keterangannya, Selasa (14/1).
Lebih lanjut, Beni menjelaskan bahwa pihaknya tetap membuka ruang penyelesaian jika masalah ini dilanjutkan ke jalur hukum.
“Kami siap mengikuti prosedur hukum yang berlaku untuk memastikan keadilan bagi semua pihak,” tambahnya.
Setelah dilakukan pembicaraan lebih lanjut dengan pelanggan, Perumda Air Minum Kota Makassar memberikan kebijakan pembayaran cicilan untuk membantu menyelesaikan tunggakan.
Pelanggan diberi opsi mencicil selama dua bulan dengan nilai sekitar Rp1.200.000.
Sebagai bentuk komitmen, instalasi di rumah pelanggan telah dibuka kembali setelah kesepakatan tersebut tercapai. Beni juga mengimbau seluruh pelanggan untuk membayar tagihan air tepat waktu guna menghindari pemutusan layanan di masa mendatang.
“Kami mengingatkan semua pelanggan untuk rutin membayar tagihan air setiap bulan. Hal ini penting untuk menjaga instalasi meteran tetap aman, terutama mengingat adanya peningkatan kasus pencurian meteran belakangan ini,” tutupnya.
Farid Mamma, salah satu pelanggan Perumda Air Minum Kota Makassar, menyatakan keberatan atas tindakan pemutusan instalasi air dan pencabutan meteran yang dilakukan tanpa pemberitahuan tertulis sebelumnya.
“Perumda memang mengklaim bahwa pemutusan bisa dilakukan setelah dua bulan tunggakan tanpa pemberitahuan, tetapi pelanggan tetap berhak mendapatkan informasi resmi terlebih dahulu untuk menghindari konflik,” ungkap Farid.
Menurutnya, tindakan tersebut melanggar prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Farid menegaskan bahwa hak konsumen telah diabaikan oleh Perumda Air Minum Kota Makassar.
“Sebagai konsumen, saya memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur terkait layanan yang saya gunakan, termasuk risiko tunggakan dan konsekuensinya,” tegasnya.
Farid mengacu pada Pasal 4 UUPK, yang menyatakan bahwa konsumen memiliki sejumlah hak, di antaranya:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang atau jasa.
Farid menyebut bahwa tindakan pemutusan layanan tanpa pemberitahuan tertulis menghilangkan rasa aman dan nyaman sebagai pelanggan.
2. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai barang atau jasa.
Farid menilai PDAM Makassar tidak memberikan pemberitahuan resmi terkait jadwal pembayaran dan prosedur pemutusan. Hal ini dianggapnya sebagai bentuk pengabaian terhadap hak konsumen.
3. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur tanpa diskriminasi.
“Saya merasa tidak diperlakukan secara adil karena pemutusan dilakukan tanpa komunikasi yang memadai,” ungkapnya.
Menurut Farid, tindakan PDAM juga bertentangan dengan Pasal 7 UUPK, yang mengatur kewajiban pelaku usaha.
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pelaku usaha wajib: Beritikad baik dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Termasuk, memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur kepada konsumen. Memberikan pelayanan yang benar dan tidak merugikan konsumen.
“Tindakan pemutusan tanpa pemberitahuan tertulis menunjukkan bahwa Perumda tidak memenuhi kewajibannya untuk beritikad baik dan memberikan pelayanan yang benar kepada pelanggan,” kata Farid.
Farid juga menyatakan bahwa pemutusan layanan air menyebabkan kerugian material dan nonmaterial bagi keluarganya.
Ia merujuk pada Pasal 19 UUPK, yang menyebutkan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi jika barang atau jasa yang diberikan menyebabkan kerugian kepada konsumen.
“Saya merasa dirugikan karena keluarga saya tidak bisa menggunakan air selama pencabutan meteran. Selain itu, saya harus mengeluarkan biaya tambahan untuk memenuhi kebutuhan air sementara,” ujarnya.
Farid Mamma juga menilai sikap arogan petugas saat mencabut meteran air tidak mencerminkan profesionalisme dalam memberikan layanan kepada pelanggan.
Ia mengingatkan bahwa petugas lapangan seharusnya menjalankan tugas dengan sopan dan menghormati hak konsumen sesuai aturan yang berlaku.
“Tindakan kasar dan arogansi mereka sangat mengecewakan. Sebagai pelanggan, saya hanya meminta penjelasan, bukan perlakuan yang merendahkan,” ujar Farid.
Farid juga menjelaskan bahwa tindakan petugas yang arogan dapat memperkeruh situasi, padahal komunikasi yang baik dapat menyelesaikan masalah lebih cepat.
Menurutnya, perilaku seperti itu tidak hanya merugikan pelanggan secara emosional tetapi juga mencoreng citra perusahaan di mata masyarakat.
“Apakah keputusan direksi tercantum dapat membenarkan perilaku tidak profesional seperti premanisme saat petugas di lapangan mencabut meteran air,’ tuturnya.
Farid menjelaskan bahwa meskipun pembayaran airnya sempat mengalami keterlambatan, seluruh kewajiban selalu dilunasi.
Namun, tanpa adanya pemberitahuan resmi, ketiga oknum PDAM langsung mencabut meteran air di rumahnya.
“Mereka datang tanpa membawa surat tugas atau memberikan teguran terlebih dahulu. Sikap mereka jauh dari standar bahkan seperti pencuri, padahal harusnya menjadi pelayanan publik yang baik,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa insiden tersebut diperburuk oleh perilaku salah satu petugas bernama Fadli, yang diduga bersikap arogan dan membentaknya saat mencoba menjelaskan situasi.
“Fadli bahkan mengatakan, ‘Saya anak jalan Kandea… apa mauta?!(sambil menggebrak meja)’ dengan nada membentak. Ini jelas perilaku premanisme, bukan pelayanan publik,” ungkap Farid dengan nada kecewa.
Farid juga menyoroti ketidaksesuaian waktu pemberitahuan jatuh tempo yang dilakukan oleh petugas Perumda. Ia menyebutkan bahwa pemberitahuan biasanya dila
kukan pada tanggal 15 setiap bulan, tetapi kali ini dilaksanakan lebih awal, yakni tanggal 13 Desember 2024.
“Pada bulan Desember, saya memang memiliki tunggakan sebesar Rp785.120 untuk dua bulan. Namun, pemutusan dilakukan pada 15 Januari 2025, sebelum masuk bulan ketiga tunggakan,” jelasnya.
Selain itu, Farid mengeluhkan lonjakan tagihan air yang tidak wajar, dari kisaran Rp300.000 menjadi Rp700.000. Saat ia mempertanyakan hal tersebut ke loket pembayaran, pihak Perumda menyatakan bahwa angka tersebut berdasarkan taksasi, yang menurut Farid tidak memadai sebagai penjelasan.
“Jawaban seperti ini tentu saja mengecewakan dan menimbulkan ketidakpuasan dari pelanggan,” tambahnya.
Meski menghargai kebijakan cicilan yang ditawarkan oleh Perumda, Farid menilai langkah tersebut seharusnya dilakukan sebelum tindakan pencabutan meteran dilakukan secara sepihak.
Ia berpendapat bahwa penyelesaian damai dapat tercapai jika Perumda lebih transparan dalam menjalankan prosedur dan memberikan solusi sejak awal.
“Kami mendukung upaya Perumda untuk menjaga layanan air bersih bagi masyarakat, tetapi asas keadilan dan transparansi harus menjadi prioritas,” tegas Farid.
Farid juga mengimbau agar Perumda meningkatkan pelayanan, terutama dalam hal pemberian informasi kepada pelanggan. Ia berharap kejadian serupa tidak lagi terjadi di masa mendatang.(*)
Posting Komentar untuk "Farid Mamma Sebut Pencabutan Meteran Air PDAM, Ada Unsur Premanisme"