Makassar Media Duta,- Wali Kota Makassar angkat bicara terkait isu pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 3 ribu honorer Pemkot Makassar.
Munafri menegaskan Pemkot tidak melakukan PHK, tetapi menegakkan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
"Apa yang harus diributkan, aturannya sudah jelas, ada aturan yang jelas menerangkan itu," kata Munafri saat diwawancara di kediamannya Jl Chairil Anwar, Minggu (18/5/2025).
"Dan dibilang PHK? Ini bukan PHK, kita tegakkan aturan. Saya harap yang bilang program 100 harinya cuma melakukan PHK, ini bukan masalah PHK," jelasnya.
Munafri mengatakan seharusnya seluruh elemen masyarakat mengontrol masalah-masalah yang ada di pemerintah agar bisa diselesaikan segera.
Masyarakat harus andil untuk menelusuri penyebab 3.000 honorer Pemkot Makassar yang diduga masuk tak sesuai regulasi.
"Sebab jika mereka dipertahankan, sama saja dengan melakukan pembiaran dan menabrak regulasi yang telah ditetapkan pemerintah pusat," kata Munafri.
Pemkot Makassar tidak akan membiarkan para honorer yang mekanisme penerimaannya tidak jelas dibiayai oleh keuangan daerah.
"Coba bayangkan apa iya, kita harus bayarkan gaji yang tidak ada cantolan apa-apanya, berapa besar anggaran yang kita berikan untuk hal-hal seperti ini," kata Munafri.
"Harusnya kita sama-sama mengontrol ini, kenapa bisa terjadi, siapa yang melalukan ini, dan siapa yang memproses sehingga ini bisa jalan. Ini yang harus kita lihat," sambungnya.
Munafri mengakui, dari 3.000 honorer yang tak masuk database Badan Kepegawaian Negara (BKN) didominasi tenaga kebersihan, sekira 2.600 orang.
Menurut Munafri, ini perlu ditelusuri dengan baik, jangan sampai ada honorer fiktif maupun honorer siluman menjelma di Pemkot Makassar.
"Tapi apakah sebelum masuknya ini (honorer kebersihan) tidak ada tenaga kebersihan?. Anggaplah ada 2 ribu lebih tenaga kebersihan (yang baru) ditambah dengan yang lama, kalau ada juga 2 ribu lebih artinya ada 5 ribu tenaga kebersihan. Bersih ka ini jalanan di Makassar?," kata Munafri.
"Ini harus ditempatkan sesuai porsinya. Jalan keluarnya seperti di aturan namanya outsourcing perorangan, yang masuk melalui analisa jabatan dan kebutuhan yang ada," tambahnya.
Diketahui, pemerintah pusat telah menerbitkan regulasi yang melarang instansi pemerintah, termasuk pemerintah daerah, untuk mengangkat pegawai honorer.
Regulasi ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pejabat Pembina kepegawaian (PPK) yang mengangkat pegawai non-ASN akan dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Penjelasan BKPSDMD
Sebelumnya, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengelolaan Sumber Daya Manusia Daerah (BKPSDMD) Kota Makassar, Akhmad Namsum menepis isu pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi tenaga honorer lingkup Pemerintah Kota Makassar.
Akhmad Namsum menegaskan penataan honorer sebagai tindak lanjut ketentuan Pemerintah Pusat yang melarang pengangkatan tenaga honorer.
"Keputusan berkaitan dengan tenaga honor merupakan keputusan Pemerintah Pusat," ujarnya, Sabtu (17/5/2025).
Akhmad Namsum menegaskan ini adalah penataan honorer yang sesuai dengan regulasi.
Kebijakan ini, lanjutnya, tidak hanya berlaku di Makassar tapi seluruh Indonesia.
"Tapi, bila dibutuhkan tenaga-tenaga yang saya sebutkan tadi maka dimungkinkan melalui pengadaan jasa lainnya perseorangan," kata Akhmad Namsum.
"Sehingga kita berharap tentu ruang-ruang itu, yang menjadi acuan tetap seperti apa yang diatur regulasi yang ada," jelasnya.
Akhmad Namsum mengatakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah mengeluarkan Surat Edaran 018/R/BKN/VIII/2022 agar pemerintah hingga tingkat daerah melakukan pemetaan, validasi data, dan penyusunan peta jalan (roadmap) penyelesaian tenaga non ASN.
Sebagai lembaga negara, Pemkot Makassar memastikan bahwa seluruh pegawai non ASN harus terdaftar dalam pangkalan data resmi.
Hal ini penting untuk menghindari adanya pegawai "titipan" yang masuk melalui jalur tidak resmi atau tidak sesuai prosedur.
Pendataan tenaga non ASN ini juga merupakan tindak lanjut dari Surat Menteri PAN-RB Nomor: B/1511/M.SM.01.00/2022.
Selain itu, kebijakan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018, yang mengatur bahwa seluruh kepegawaian di instansi pemerintah harus memiliki status yang jelas.
Dengan begitu, tenaga non ASN yang tidak terdata dalam database kepegawaian tidak boleh lagi dibiayai oleh daerah.
Gaji 3.000 honorer yang tidak terdata dalam database BKN tidak lagi diterima mulai Mei 2025.
Hal itu diatur dalam surat Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Nomor 900.1.1664 Keuangan Daerah, bahwa pemerintah daerah di seluruh Indonesia tidak boleh atau tidak lagi diminta untuk tidak melakukan penggajian terhadap tenaga non ASN.
Kecuali bagi tenaga yang mengikuti seleksi PPPK. Meski tidak lolos seleksi namun mereka tetap terdata dalam database BKN. Hanya saja status mereka akan berubah menjadi PPPK paruh waktu.
"Dan itu yang dimungkinkan untuk penganggaran penggajiannya seperti yang diterima sebelumnya," jelas Akhmad Namsum. ( Siti Aminah)
Posting Komentar untuk "Wali Kota Munafri Perjelas Terkait Nasib 3.000 Honorer Pemkot Makassar"