Jakarta Media Duta,- Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa eksekusi sertifikat jaminan fidusia lewat pengadilan negeri hanya alternatif, selama tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur.
Adapun eksekusi lewat pengadilan negeri dilakukan demi memberikan keseimbangan hukum untuk menghindari kesewenang-wenangan pelaksanaan eksekusi.
Hal itu dijelaskan MK pada Putusan Nomor 2/PPU-XIX/2021 dengan pemohon Joshua Michael Djami. Pemohon merupakan karyawan di sebuah perusahaan finance dengan jabatan selaku kolektor internal dan telah bersertifikasi profesi di bidang penagihan.
Dalam hal ini pemohon melakukan pengujian terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Utamanya adalah Pasal 15 ayat (2) Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Adapun penjelasan Pasal 15 ayat (2) Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan "kekuatan eksekutorial" adalah langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.
Dalam salah satu alasannya, Pemohon beranggapan bahwa tiadanya perlindungan hukum yang adil sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1), bagi industri pembiayaan dikarenakan besarnya biaya yang dikeluarkan (untuk eksekusi) lebih besar daripada pendapatan dari (barang) fidusia itu sendiri. Salah satunya adalah kekaburan objek perkara.
"Salah satu faktornya adalah kekaburan objek perkara. Pada saat pengadilan melaksanakan eksekusi tentu telah melalui proses pengadilan terlebih dahulu yang memakan waktu cukup lama.
Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa objek jaminan fidusia berpindah ke tangan pihak ketiga," demikian sebagai alasan Pemohon.
Apalagi tidak adanya jaminan bahwa eksekusi objek jaminan fidusia melalui pengadilan akan berjalan secara efektif. Pada tahun 2012 hingga 2018 pada 15 pengadilan negeri di Indonesia menunjukkan bahwa tidak semua permohonan eksekusi perkara selesai dilaksanakan.
Namun demikian, MK berpendapat bahwa sejumlah alasan pemohon sejatinya telah dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU XVII/2019, bertanggal 6 Januari 2020.
Lebih jauh dalam pertimbangan hukum perkara tersebut telah pula dengan jelas dinyatakan pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia tidak boleh dilakukan sendiri jika debitur keberatan untuk menyerahkan secara sukarela, meski telah dinyatakan cidera janji.
Kreditur harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri. Sebaliknya, hal demikian justru memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian fidusia.
"Sebab, pada sebuah perjanjian Jaminan Fidusia yang objeknya adalah benda bergerak dan/atau tidak bergerak sepanjang tidak dibebani hak tanggungan dan subjek hukum yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian dimaksud (kreditur dan debitur), maka perlindungan hukum yang berbentuk kepastianhukum dan keadilan harus diberikan terhadap ketiga unsur yaitu kreditur, debitur, dan objek hak tanggungan," tulis MK.
Adanya ketentuan tidak bolehnya pelaksanaan eksekusi dilakukan sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri pada dasarnya telah memberikan keseimbangan posisi hukum antara debitur dan kreditur.
Selain itu,menghindari timbulnya kesewenang-wenangan dalam pelaksanaan eksekusi.
"Adapun pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri sesungguhnya hanyalah sebagai sebuah alternatif yang dapat dilakukan dalam hal tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur baik berkaitan dengan wanprestasi maupun penyerahan secara sukarela objek jaminan dari debitur kepada kreditur.
Sedangkan terhadap debitur yang telah mengakui adanya wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia, maka eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan oleh kreditur atau bahkan debitur itu sendiri," imbuh MK.
Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Selasa, 31 Agustus dan selesai diucapkan pukul 12.09 WIB, oleh sembilan Hakim Konstitusi dengan Ketua Anwar Usman.
Adapun pada amar putusan, MK menolak provisi pemohon dan menolak permohonan untuk seluruhnya.(*)
Posting Komentar untuk "MK: Eksekusi Jaminan Fidusia Lewat Pengadilan Hanya Alternatif"