PEREMPUAN berinisial NS membeberkan duduk perkara teror oleh penagih pinjaman di perusahaan fintech PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) yang dihadapinya sejak pertengahan Juni lalu.
NS menceritakan telah mendapat puluhan panggilan telepon dari debt collector yang kemudian masuk ke ponsel NS setiap hari.
Ilustrasi debt collector atau penagih utang. ShutterstockNS adalah nama samaran dari korban penyalahgunaan data pribadi berupa Kartu Tanda Penduduk untuk pinjaman online (pinjol). Perempuan ini kesal karena selama ini tak pernah meminjam dana ke AdaKami, tapi tiba-tiba ditagih oleh penagih utang.
Kepada NS, penagih dari AdaKami mengancam bakal mempermalukannya di media sosial kalau tak membayar pinjaman. “Diancam dipermalukan, diteror berkali-kali,” katanya Selasa, 26 Agustus 2025.
Selain itu, Bangun mengatakan, penagih AdaKami juga menghubungi kliennya di luar jam kerja. Bahkan, beberapa kali, AdaKami menagih pinjaman pada pukul sepuluh malam.
Lebih jauh, Bangun mencurigai penyalahgunaan data pribadi kliennya itu berasal dari internal maupun eksternal AdaKami. Sebab, tak mungkin platform fintech memiliki data pribadi seseorang tanpa adanya registrasi.
Sejak NS diteror, Bangun sudah dua kali mengirimkan somasi ke AdaKami. Somasi dilayangkan karena AdaKami melawan hukum dengan meneror, menagih pinjaman dari korban penyalahgunaan data pribadi, dan mengganggu personal kliennya. “Kami kirim somasi, baru berhenti menelpon,” ujarnya.
Kendati demikian, Bangun mengatakan tak bisa membiarkan perilaku AdaKami. Dia pun menggugat perbuatan melawan hukum AdaKami ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 852/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL. Sidang perdana perkara ini dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 3 September 2025.
Atas kerugian immateriil dan materiil akibat mendapat teror, NS pun meminta AdaKami membayar Rp 2,005 miliar. Jumlah itu terdiri dari kerugian materiil sebesar Rp 5 juta dan immateriil Rp 2 miliar.
Kerugian materiil ini, kata NS, setara dengan akibat dari risiko kesehatan yang timbul dari teror AdaKami.
“Kerugian sebagai kompensasi akan rasa takut Penggugat akan dipermalukan oleh Tergugat, kondisi Kesehatan Penggugat yang menurun akibat teror dari Tergugat sehingga Penggugat memutuskan untuk working from home (WFH),” katanya dalam petitum seperti tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), dikutip Senin, 25 Agustus 2025.
Selain itu, hitungan kerugian materiil juga sebagai kompensasi rasa cemas Penggugat karena harus menjaga tingkat kestabilan tekanan darah.
NS pun meminta AdaKami membuat pernyataan minta maaf di media nasional berukuran seperempat halaman selama dua hari berturut-turut.
Dalam gugatan ini, NS menyertakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia, dan PT Bank KEB Hana Indonesia sebagai turut Tergugat. Karena itu, Nining meminta kepada turut Tergugat, terutama OJK, agar mencabut izin AdaKami.“Memerintahkan Turut Tergugat 1 untuk memberikan sanksi berupa pencabutan izin Tergugat karena telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum,” katanya.
NS juga meminta Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia agar membentuk komite khusus untuk menjatuhkan sanksi kepada AdaKami selaku anggota asosiasi. Dalam kasus ini, AdaKami didesak membayar uang paksa sebesar Rp 1 juta per hari apabila lalai menjalankan putusan perkara ini.
Sementara itu, Chief of Public Affairs Karissa Sjawaldy mengatakan AdaKami menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
“AdaKami akan menghormati dan mengikuti seluruh proses hukum yang akan berlangsung. Saat ini, kami sedang berkoordinasi di internal terkait hal ini,” katanya dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Selasa, 26 Agustus 2025.
Karissa mengatakan AdaKami merupakan platform pinjaman daring yang telah berizin dan diawasi OJK. Ia pun mengklaim AdaKami selalu memastikan kenyamanan pengguna.
“AdaKami senantiasa tunduk pada ketentuan yang berlaku serta berkomitmen memberikan akses keuangan terpercaya dengan memastikan keamanan dan kenyamanan pengguna." (*)
Posting Komentar untuk "NS Korban Teror Pinjol hingga Akhirnya Gugat AdaKami Rp 2 Miliar"