Dilihat dari segi kebijakan ekonomi, banyak yang menilai bila SMI lebih konservatif, dan hati-hati, sementara Purbaya lebih progresif dan terbuka. Sedangkan, dari gaya komunikasi, Purbaya lebih koboi, dan lugas, berkebalikannya dengan SMI yang tenang dan tertutup. Tepatkah persepsi tersebut?

Peneliti Ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan, sebetulnya tak ada yang jauh berbeda antara Purbaya dengan SMI terkait kebijakan ekonomi. Perbedaan keduanya, menurutnya, hanya terkait gaya komunikasi di publik.

“Dilihat dari kebijakan yang diambil, sebenarnya tidak terlihat adanya perbedaan visi yang signifikan antara Menteri Keuangan saat ini dan pendahulunya. Dalam pengelolaan fiskal, misalnya, pendekatan yang digunakan masih cenderung konservatif,” papar Yusuf, di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).

Ia menjelaskan, rasio utang terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) juga tetap menjadi acuan utama untuk memastikan keberlanjutan fiskal, seperti halnya pada periode sebelumnya. Contoh lain, adalah soal simpanan dana pemerintah daerah (Pemda).

“Kritik terhadap tingginya saldo simpanan Pemda yang disampaikan Purbaya bukan hal baru. Kritik serupa pernah disampaikan Menteri Keuangan sebelumnya. Substansinya sama, dana daerah seharusnya dibelanjakan untuk menggerakkan ekonomi local,” ungkapnya.

Namun, katanya, kritik itu masih berhenti pada tataran wacana tanpa tindak lanjut konkrit dalam memperbaiki realisasi belanja daerah, baik dari sisi pemerintah pusat maupun daerah.

Sedangkan, dari sisi kebijakan pro-pasar pun antara keduanya tidak ada perubahan besar. Katanya, Purbaya tetap menekankan pentingnya peran swasta dan pemberian insentif bagi dunia usaha, sebuah pendekatan yang juga dipegang oleh kabinet ekonomi sebelumnya.

“Pandangan mengenai pengelolaan utang, disiplin fiskal, maupun struktur pajak, seperti rencana penurunan PPN, masih mengikuti pendekatan yang sama. Perbedaan utama terletak pada cara berkomunikasi dan membangun persepsi publik, bukan pada substansi kebijakan fiskalnya,” jelasnya.

Gaya komunikasi Purbaya ini, menurutnya, lebih mudah dipahami oleh publik yang tidak akrab dengan istilah teknis ekonomi. 

Sebaliknya, SMI dikenal dengan gaya komunikasi yang sangat teknokratis dan berhati-hati. SMI, ucapnya, lebih mudah diterima kalangan profesional atau pelaku pasar, tapi kadang terasa jauh dari pemahaman masyarakat umum.

“Jadi, yang membedakan bukan pada visi ekonominya, melainkan pada gaya komunikasi. Purbaya lebih lugas, langsung pada inti masalah, dan tidak banyak menggunakan istilah teknokratis yang kompleks,” ucap Yusuf.

Berbeda dengan Yusuf, pegiat ekonomi sosial Sarah Utami justru menyampaikan, ada perbedaan yang cukup tajam antara Purbaya dengan SMI. 

Di era SMI, ucapnya, kebijakan ekonomi lebih fokus pada stabilitas dan kehati-hatian fiskal, misalnya lewat kenaikan PPN atau pengetatan pajak yang bertahap setiap tahun.

“SMI lebih konservatif, hati-hati, dan main aman. Fokusnya di kestabilan ekonomi makro, supaya sistemnya tetap kuat. Tapi kadang karena terlalu hati-hati, uangnya malah nggak muter di masyarakat,” paparnya.

Sedangkan Purbaya, katanya, justru berani ambil risiko, kayak jor-joran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari bawah. Purbaya melihat ekonomi harus tumbuh dengan melibatkan masyarakat secara langsung, bukan sekadar menambah beban lewat pajak.

“Misalnya, ia mendorong penyaluran dana ke bank-bank nasional agar bisa terserap oleh masyarakat. Itu menunjukkan semangat ekonomi yang lebih progresif dan inklusif,” papar Sarah.

Purbaya juga, katanya, lebih transparan dan komunikatif dalam berkomunikasi di publik. Apa yang disampaikan Purbaya selalu dengan data, tapi tetap sederhana dan mudah dimengerti masyarakat. Gaya Purbaya seperti itu, ucapnya, juga lebih terbuka dan bisa dibilang cocok sama generasi muda, atau ‘Gen Z’ gitu lah.

“Purbaya tak cuma ngomong, tapi juga turun langsung ke lapangan, dukung UMKM, dan mendorong masyarakat buat belanja produk lokal. Jadi kelihatan banget kerja nyatanya,” ujar Sarah.

Gaya Komunikasi Teknokratis VS Ceplas Ceplos: Publik Menunggu Hasil

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Keanggotaan dan Organisasi Andreas Pareira menyampaikan, SMI dalam bidang fiskal adalah seorang teknokratis. Karena itu, SMI cenderung memiliki disiplin fiskal yang ketat dan komunikasi publik dengan bahasa akademis yang jelas terukur.(*)