Dijual cepat Rumah/tanah dengan seluas 336 M2 sertipikat Hak Milik Alamat Jalan Dr Ratulangi No. 3, E. Yang berminat dapat menghubungi Samsons Supeno HP 0812 5627 7440- 085 336 244 337 ttd Samson Supeno

Puan Mahani Menarik Napas, Wajahnya Tetap Tenang.


Jakarta Media Duta,-  Suara ruang sidang tiba-tiba sunyi. Kursi-kursi yang tadinya berisik mendadak kaku. Semua mata tertuju pada dua sosok yang berdiri saling berhadapan.

Purbaya menatap tajam, bukan dengan amarah… tapi dengan luka yang sudah terlalu lama disimpan rakyat.

Puan menarik napas, wajahnya tetap tenang.

“Uang pajak untuk gaji guru, TNI, polisi, pembangunan jalan, pelayanan publik…” katanya. Kalimat yang terdengar rapi, diplomatis, aman untuk semua kamera.


Tapi sebelum suara itu sempat mendarat dengan baik, Purbaya langsung memotong—nyelekit, dingin, dan tepat di jantung masalah:

“Lalu uang dari hasil bumi kita ke mana?”

Suaranya pecah seperti palu godam.

“Emas?

Batu bara?

Nikel?

Gas?

Semua itu milik rakyat… kenapa rakyat selalu disuruh bayar pajak?”

Detik itu, ruangan terasa sesak.

Ada yang menegakkan punggung. Ada yang menunduk, pura-pura sibuk membuka dokumen. Kamera bergetar. Mikrofon terasa terlalu sensitif.

Hook dramatis:

Bukan sekadar pertanyaan… itu adalah jeritan berjuta suara yang tak pernah punya panggung.

Pertanyaan yang selama puluhan tahun hanya berputar di warung kopi, di beranda rumah, di hati para pekerja yang menahan napas setiap akhir bulan.

Dan kini, pertama kalinya, ada yang berani mengucapkannya di depan wajah kekuasaan.

Benar, gaji guru dibayar dari pajak. Jalan dibangun dari pajak. Tapi kekayaan bumi ini tidak pernah pergi dengan sendirinya.

Ada yang menggali. Ada yang mengambil. Ada yang diam-diam mengalir keluar negeri.

Sementara rakyat… tetap antri bayar pajak, seperti ritual tanpa akhir.

Dan di tengah ketegangan itu, satu kalimat Purbaya menggantung seperti petir:

> “Jangan cuma bicara kewajiban rakyat… bicara juga kewajiban negara menjaga harta rakyat.”

Gregetan? Marah?

Atau mungkin… terlambat sadar bahwa pertanyaan itu seharusnya sudah ditanyakan sejak lama. ๐Ÿ˜ค๐Ÿ”ฅ

Kalau mau, aku bisa buat versi lebih meledak, versi satir, atau versi narasi panjang 3 paragraf yang benar-benar bikin pembaca meletup emosinya.(*)


Posting Komentar untuk "Puan Mahani Menarik Napas, Wajahnya Tetap Tenang."