Rapat Diam-diam Merupakan Siasat DPR Mengecoh Publik

Jakarta Media Duta,-- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan rapat secara diam-diam adalah siasat DPR untuk mengecoh publik.

 Lucius merespons mengenai rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I mengenai revisi Undang-Undang (UU) Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan secara diam-diam di masa reses pada Senin (13/5/2024) kemarin.

 "Saya kira sih proses yang diam-diam dan buru-buru kerap dilakukan DPR dalam proses pembahasan legislasi belakangan ini. Lihat misalnya revisi UU Desa, RUU DKJ, RUU IKN, dan beberapa lagi yang lain," ujar Lucius saat dimintai konfirmasi wartawan Selasa (14/5/2024). 

"Ya hampir semua RUU yang dibahas diam-diam dan buru-buru terkait dengan RUU yang memang berisi keinginan DPR plus pemerintah dan di saat bersamaan berlawanan dengan kepentingan publik. Diam-diam adalah siasat DPR untuk mengecoh publik. 

Mereka kucing-kucingan dengan rakyat agar aturan yang sesuai keinginan bisa segera disahkan," sambungnya. 

Menurut Lucius, siasat rapat diam-diam ini kelihatannya ingin dijadikan model standar DPR. Karenanya, kata dia, lembaga MK yang menjadi satu-satunya duri yang bisa menghambat keinginan mereka digembosi dengan revisi UU MK. 

"Pembahasan diam-diam juga dilakukan agar DPR bisa menghindari proses pembentukan legislasi yang runtut sesuai amanat UU 12 Tahun 2011 tentang tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan," jelas Lucius. 

Ketika membahas secara senyap, DPR disebut bisa mem-bypass proses panjang pembentukan legislasi dari penyusunan naskah akademik hingga pengesah"Kerja instan ini mengangkangi aturan proses pembentukan yang mereka sendiri tetapkan dalam UU 12/2011 itu. 

Jadi diam-diam bukan sekadar mau menghindari publik tetapi juga mengangkangi aturan standard sesuai perintah UU PPP (Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)," katanya. 

"Jadi pasti bukan kebetulan lah DPR yang harusnya narsis mengikuti kebiasaan politisi, lebih memilih jalan sunyi dalam pembahasan legislasi," lanjut Lucius. 

Sementara itu, Lucius menyebut jalan publik untuk mencari keadilan juga mentok karena DPR sudah mengantisipasinya melalui UU MK. Dengan revisi UU MK, DPR sangat mungkin untuk bisa mengevaluasi dan menentukan nasib hakim.

 "Maka kalau UU bikinan DPR sudah buruk kualitasnya, rakyat menjadi tak berdaya," imbuhnya. 

 Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sarifuddin Sudding mengungkapkan bahwa pihaknya selesai menggelar rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I mengenai revisi Undang-undang Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (13/5/2024).

 Rapat itu digelar saat DPR masih masuk masa reses atau turun ke daerah pemilihan. Dalam rapat itu, kata Sudding, Komisi III dan Pemerintah sepakat membawa revisi UU MK ke pengambilan keputusan tingkat II di rapat paripurna. "(Dibawa ke tingkat II) untuk mendapat pengesahan persetujuan dari seluruh anggota dewan," kata Sudding , Senin (13/5/2024).

 Sudding menjelaskan, dalam rapat yang digelar di Gedung DPR itu, pihak pemerintah juga ikut hadir. Pihak pemerintah yang hadir adalah Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.

  Sebagai informasi, salah satu substansi yang hendak diubah dalam revisi UU MK adalah masa jabatan hakim konstitusi dari semula maksimal 15 tahun atau hingga berumur 70 tahun dikembalikan menjadi 5 tahun.

 Untuk hakim yang sedang menjabat, dikembalikan ke lembaga pengusul untuk menentukan nasibnya melalui permintaan konfirmasi.

 Selain masa jabatan, usia minimal hakim konstitusi juga dikhawatirkan hendak diubah dari 55 tahun menjadi 60 tahun. (*)



Posting Komentar untuk "Rapat Diam-diam Merupakan Siasat DPR Mengecoh Publik"