Makassar Media Duta, - Mantan Kepala Bagian Tata Pemerintahan Pemkot Makassar, Sabri melawan putusan hukuman 9 tahun penjara dalam kasus korupsi pembebasan lahan industri sampah menjadi energi listrik di Kelurahan Tamalanrea Jaya dengan kerugian negara Rp 45 miliar.
Sabri mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar Sulawesi Selatan (Sulsel) tersebut.
Sidang putusan terhadap terdakwa Sabri dibacakan di Ruangan Harifin Tumpa, PN Makassar, Kamis (27/6/2024). Majelis hakim mulanya menyatakan Sabri terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) yang dilakukan secara bersama-sama.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sejumlah Rp 450 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata Hakim Ketua Jahoras saat membacakan amar putusannya.
Sabri juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 9.392.000.000. Apabila harta benda Sabri tak cukup untuk membayar uang pengganti itu, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 tahun.
"Menuntut Terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 9 miliar 392 juta paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap. Jika harta kekayaan tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun," lanjut hakim.
Diketahui, putusan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan JPU Kejari Makassar yang meminta Sabri dituntut selama 12 tahun penjara. Sebelum membacakan putusannya, majelis hakim menyinggung dakwaan jaksa yang belakangan menjadi pertimbangan meringankan vonis Terdakwa.
Dalam dakwaan jaksa, Sabri dinyatakan melakukan Tindak Pidana Korupsi dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan primair.
Namun hakim menyatakan dakwaan jaksa terkait unsur melawan hukum sebagaimana dalam Pasal 2 UU Tipikor dinilai tidak terpenuhi. Keputusan ini mengacu dari fakta-fakta persidangan.
"Oleh karena salah satu unsur tidak terpenuhi, maka unsur lain tidak perlu dipertimbangkan lagi. Oleh karena itu perbuatan terdakwa tidak terbukti sebagaimana dakwaan primair," kata hakim dalam amar putusannya.
Hakim kemudian mempertimbangkan dakwaan subsidair Pasal 3 UU Tipikor Sabri yang unsur-unsurnya terkait setiap orang, tujuan menguntungkan diri sendiri atau koorporasi, dan menyalahgunakan kewenangan.
"Unsur setiap orang, terpenuhi. Unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, berdasarkan fakta-fakta persidangan, majelis hakim berkesimpulan unsur ini terpenuhi," tutur hakim.
"Unsur menyalahgunakan kewenangan, terpenuhi. Unsur dapat merugikan keuangan negara, terpenuhi, hanya saja besarannya berbeda-beda. Unsur mereka yang melakukan, atau yang turut serta melakukan perbuatan, terpenuhi," lanjut hakim.
Sabri Ajukan Banding
Selain Sabri, majelis hakim juga membacakan vonis terhadap dua terdakwa lainnya, yakni Eks Lurah Tamalanrea Jaya Iskandar Lewa dan Eks Camat Tamalanrea Jaya Muh Yarman. Keduanya divonis pidana penjara 7 tahun, denda Rp 350 juta, dan uang pengganti Rp 4 miliar.
Setelah pembacaan putusan, Sabri lantas mengajukan permohonan banding. Hakim mulanya bertanya kepada Sabri, termasuk kepada dua terdakwa lainnya, Iskandar Lewa dan Muh Yarman.
"Saudara bisa pikir-pikir, terima, atau banding, bagaimana?" tanya Hakim Ketua Jahoras dalam sidang putusan.
Ketiga Terdakwa pun satu per satu menjawab pertanyaan ketua majelis hakim. Sabri memutuskan mengajukan banding atas vonis yang dibacakan hakim.
"Banding, Yang Mulia," kata Sabri yang menghadiri sidang putusan secara daring di Lapas Kelas 1 Makassar.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
Sementara Iskandar Lewa dan Muh Yarman belum mempertegas sikapnya. Secara bergiliran, keduanya mengaku masih memikirkan langkah atas vonis hakim.
"Pikir-pikir," kata Iskandar Lewa.
"Pikir-pikir," lanjut Muh Yarman.
Ketua majelis hakim pun menegaskan jawaban ketiga Terdakwa itu. Hanya Sabri yang mengajukan banding.
"Cuma Sabri yang banding, ya," tegas hakim.
Dalam kasus ini, majelis hakim juga membacakan vonis terhadap terdakwa mantan Ketua RT Kelurahan Tamalanrea Jaya Abdullah Syukur Dasman yang dihukum 6 tahun penjara. Sementara terdakwa Abdul Rahim yang menjadi perantara pembebasan lahan perkara ini divonis bebas.
"Abdul Rahim vonis bebas. Syukur Dasman divonis 6 tahun penjara," kata Jaksa Imawati kepada detikSulsel usai persidangan.
Sabri Bacakan Pembelaan Pribadi
Sebagai informasi, Sabri selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) didakwa bersalah melakukan pembebasan lahan industri sampah di Tamalanrea, Makassar dengan sejumlah pemilik lahan pada tahun 2012, 2013, dan 2014.
Sidang putusan terhadap terdakwa Sabri dibacakan di Ruangan Harifin Tumpa, PN Makassar, Kamis (27/6/2024). Majelis hakim mulanya menyatakan Sabri terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) yang dilakukan secara bersama-sama.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sejumlah Rp 450 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata Hakim Ketua Jahoras saat membacakan amar putusannya.
Sabri juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 9.392.000.000. Apabila harta benda Sabri tak cukup untuk membayar uang pengganti itu, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 tahun.
"Menuntut Terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 9 miliar 392 juta paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap. Jika harta kekayaan tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun," lanjut hakim.
Diketahui, putusan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan JPU Kejari Makassar yang meminta Sabri dituntut selama 12 tahun penjara. Sebelum membacakan putusannya, majelis hakim menyinggung dakwaan jaksa yang belakangan menjadi pertimbangan meringankan vonis Terdakwa.
Dalam dakwaan jaksa, Sabri dinyatakan melakukan Tindak Pidana Korupsi dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan primair.
Namun hakim menyatakan dakwaan jaksa terkait unsur melawan hukum sebagaimana dalam Pasal 2 UU Tipikor dinilai tidak terpenuhi. Keputusan ini mengacu dari fakta-fakta persidangan.
"Oleh karena salah satu unsur tidak terpenuhi, maka unsur lain tidak perlu dipertimbangkan lagi. Oleh karena itu perbuatan terdakwa tidak terbukti sebagaimana dakwaan primair," kata hakim dalam amar putusannya.
Hakim kemudian mempertimbangkan dakwaan subsidair Pasal 3 UU Tipikor Sabri yang unsur-unsurnya terkait setiap orang, tujuan menguntungkan diri sendiri atau koorporasi, dan menyalahgunakan kewenangan.
"Unsur setiap orang, terpenuhi. Unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, berdasarkan fakta-fakta persidangan, majelis hakim berkesimpulan unsur ini terpenuhi," tutur hakim.
"Unsur menyalahgunakan kewenangan, terpenuhi. Unsur dapat merugikan keuangan negara, terpenuhi, hanya saja besarannya berbeda-beda. Unsur mereka yang melakukan, atau yang turut serta melakukan perbuatan, terpenuhi," lanjut hakim.
Sabri Ajukan Banding
Selain Sabri, majelis hakim juga membacakan vonis terhadap dua terdakwa lainnya, yakni Eks Lurah Tamalanrea Jaya Iskandar Lewa dan Eks Camat Tamalanrea Jaya Muh Yarman. Keduanya divonis pidana penjara 7 tahun, denda Rp 350 juta, dan uang pengganti Rp 4 miliar.
Setelah pembacaan putusan, Sabri lantas mengajukan permohonan banding. Hakim mulanya bertanya kepada Sabri, termasuk kepada dua terdakwa lainnya, Iskandar Lewa dan Muh Yarman.
"Saudara bisa pikir-pikir, terima, atau banding, bagaimana?" tanya Hakim Ketua Jahoras dalam sidang putusan.
Ketiga Terdakwa pun satu per satu menjawab pertanyaan ketua majelis hakim. Sabri memutuskan mengajukan banding atas vonis yang dibacakan hakim.
"Banding, Yang Mulia," kata Sabri yang menghadiri sidang putusan secara daring di Lapas Kelas 1 Makassar.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
Sementara Iskandar Lewa dan Muh Yarman belum mempertegas sikapnya. Secara bergiliran, keduanya mengaku masih memikirkan langkah atas vonis hakim.
"Pikir-pikir," kata Iskandar Lewa.
"Pikir-pikir," lanjut Muh Yarman.
Ketua majelis hakim pun menegaskan jawaban ketiga Terdakwa itu. Hanya Sabri yang mengajukan banding.
"Cuma Sabri yang banding, ya," tegas hakim.
Dalam kasus ini, majelis hakim juga membacakan vonis terhadap terdakwa mantan Ketua RT Kelurahan Tamalanrea Jaya Abdullah Syukur Dasman yang dihukum 6 tahun penjara. Sementara terdakwa Abdul Rahim yang menjadi perantara pembebasan lahan perkara ini divonis bebas.
"Abdul Rahim vonis bebas. Syukur Dasman divonis 6 tahun penjara," kata Jaksa Imawati kepada detikSulsel usai persidangan.
Sabri Bacakan Pembelaan Pribadi
Sebagai informasi, Sabri selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) didakwa bersalah melakukan pembebasan lahan industri sampah di Tamalanrea, Makassar dengan sejumlah pemilik lahan pada tahun 2012, 2013, dan 2014.
Pembebasan lahan itu dilakukan secara bertahap, yakni dengan nilai Rp 3,5 miliar pada tahap pertama, Rp 37 miliar untuk tahap kedua, serta Rp 30 miliar pada tahap ketiga.
Pembebasan lahan yang dilakukan para terdakwa juga menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pengadaan tanah.
Pembebasan lahan yang dilakukan para terdakwa juga menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pengadaan tanah.
Beberapa pelanggaran itu antara lain tidak adanya dokumen perencanaan pengadaan tanah, tidak dilakukan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan.
Namun Sabri mengklaim dirinya tidak ada niat melakukan korupsi. Pernyataan itu sempat diutarakan Sabri dalam nota pembelaan di PN Makassar, Kamis (6/6)
"Tindak pidana korupsi tidak pernah saya duga, berniat pun tidak, apalagi melakukannya," ujar Sabri di hadapan majelis hakim saat membacakan pleidoinya.
Sabri lantas menyinggung pengalaman selama 30 tahun menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Selama menjadi bikrorat, Sabri memaparkan prestasinya hingga menduduki sejumlah jabatan strategis di Pemkot Makassar.
"Sebagai ASN selama 30 tahunan mulai dari kepala subbidang, kepala seksi, camat, kepala pemerintahan, telah saya lalui dengan tanggung jawab saya. Termasuk (penghargaan) camat terbaik tahun 2005 tingkat Sulsel," kata Sabri.
Makassar Minta Dibebaskan
Sabri juga menegaskan tidak ada warga yang keberatan atas pembebasan lahan tersebut. Dia juga menambahkan hal yang menjadi keberatannya terhadap tudingan jaksa.
"Sampai saat ini, tidak ada (warga) yang keberatan atas lahan dibebaskan itu. Harga tanah Rp 16 ribu per meter itu juga ditetapkan berdasarkan musyawarah dengan pemilik lahan," tambahnya.
"Kerugian negara Rp 45 miliar itu tidak ada dasar penghitungan/temuan. Nilai kerugian Rp 16 miliar juga tidak ada dasar yang jelas," terangnya.(sar/sar)
Namun Sabri mengklaim dirinya tidak ada niat melakukan korupsi. Pernyataan itu sempat diutarakan Sabri dalam nota pembelaan di PN Makassar, Kamis (6/6)
"Tindak pidana korupsi tidak pernah saya duga, berniat pun tidak, apalagi melakukannya," ujar Sabri di hadapan majelis hakim saat membacakan pleidoinya.
Sabri lantas menyinggung pengalaman selama 30 tahun menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Selama menjadi bikrorat, Sabri memaparkan prestasinya hingga menduduki sejumlah jabatan strategis di Pemkot Makassar.
"Sebagai ASN selama 30 tahunan mulai dari kepala subbidang, kepala seksi, camat, kepala pemerintahan, telah saya lalui dengan tanggung jawab saya. Termasuk (penghargaan) camat terbaik tahun 2005 tingkat Sulsel," kata Sabri.
Makassar Minta Dibebaskan
Sabri juga menegaskan tidak ada warga yang keberatan atas pembebasan lahan tersebut. Dia juga menambahkan hal yang menjadi keberatannya terhadap tudingan jaksa.
"Sampai saat ini, tidak ada (warga) yang keberatan atas lahan dibebaskan itu. Harga tanah Rp 16 ribu per meter itu juga ditetapkan berdasarkan musyawarah dengan pemilik lahan," tambahnya.
"Kerugian negara Rp 45 miliar itu tidak ada dasar penghitungan/temuan. Nilai kerugian Rp 16 miliar juga tidak ada dasar yang jelas," terangnya.(sar/sar)
Posting Komentar untuk "Terdakwa Kasus Korupsi Lahan Sampah Rp 45 Miliar, Di Vonis Penjara 9 Tahun Penjara"