Bule Pamer Harta, Ternyata Hasil Rampok 960 Kg Emas Jakarta

Ilustrasi Harta Karun Emas. (Dok. Pixabay)Jakarta, Media Duta, - Kita sering melihat sikap orang kaya menunjukkan harta berlebih atau flexing. Tak jarang pula sikap seperti ini berakhir pidana. Sejarah membuktikan bahwa flexing bukan hanya terjadi baru-baru ini.

Salah satu kasus flexing paling fenomenal di masa lalu terjadi pada tahun 1946. Saat seorang perempuan Belanda, Carla Wolff, sering memamerkan harta yang ternyata diperoleh dari hasil curian di Rumah Gadai Jl. Kramat, Batavia.

Tak tanggung-tanggung pencurian itu mencapai jutaan gulden dan 960 Kg emas, sehingga jadi pencurian terbesar di awal kemerdekaan.

Bagaimana Ceritanya?

Carla Wolff bukan perempuan Belanda biasa. Dia merupakan anggota Organisasi Gerilya Hindia Belanda atau Nederlandsch Indies Guerilla Organisatie (NIGO). Selain itu, dia juga merupakan istri simpanan dari perwira Jepang, Hiroshi Nakamura, dan sudah punya dua anak darinya.

Nama Nakamura pernah sekali disebut sejarawan Benedict Anderson dalam karyanya Revolusi Pemuda (2018). Selama masa penjajahan, dia jadi salah satu penasehat politik Jenderal Nishimura, orang nomor satu di militer Jepang selama pertempuran di Asia Tenggara.

Selama menjadi istri simpanan, Carla Wolff diberi banyak keistimewaan. Salah satunya soal harta. Dari tahun 1945-1946, Carla tercatat hidup foya-foya. Dia mengklaim lebih kaya dari Ratu Belanda. Dia juga kerap mengundang tamu dan menjamunya menggunakan piring dan sendok dari emas.

Perhiasan yang dipakai pun bukan main. Sangat berkilau. Bahkan, dia mengaku tidur di ranjang beralaskan emas. 

"Aku akan buat kasur dari emas!," Kata Carla, dikutip dari Het Dagblad (17 Juni 1946).

Pada sisi lain, sikap flexing Carla membuat banyak orang bertanya-tanya: darimana asal usul hartanya? Terlebih, dia hanya orang biasa, bukan pengusaha. 

Salah satu yang curiga adalah teman Carla bernama Rene Ulrich. Dia heran sekaligus juga iri terhadap temannya itu. Alhasil, dia melaporkan kekayaan Carla ke seorang tentara Belanda Kapten Morton dan tentara Inggris, Sersan Dawson, yang bertugas di Kebon Sirih.

Morton dan Dawson gerak cepat. Keduanya datang ke rumah Carla dan memukulinya agar buka suara.

"Dia memukul, menendang, dan meninju Carla sampai bersedia menunjukkan bahwa harta itu bertindak sebagai penerjemah selama interogasi," ungkap Het Dagblad (17 Juni 1946).

Singkat cerita, Carla mengaku dan menunjukkan harta tersebut. Rupanya diperoleh dari suaminya. Alih-alih melaporkan, Renee, Morton dan Dawson malah ikut-ikutan menggasak harta curian. Harian Nieuwe Haalemsche Courant (22 November 1946) melaporkan, Renee dan Morton mengambil 50.000 gulden dan 19 Kg emas.

Kasus Terungkap

Makin banyaknya orang tahu ihwal sikap flexing Carla membuat banyak orang juga curiga. Dari sinilah singkat cerita diketahui harta tersebut hasil rampokan. Pada Juni 1946, Jakarta seketika langsung heboh. Pengadilan Militer Belanda gerak cepat.

Seluruh orang yang terlibat dan ikut menikmati harta diadili Belanda. Perampokan ini ternyata dilakukan oleh dua perwira Jepang. Kapten Hiroshi Nakamura sebagai eksekutor. Sedangkan, Kolonel Akira Nomura bertindak sebagai inisiator.

Keduanya berhasil merampok jutaan gulden uang, ratusan kilogram emas, dan barang berharga lain di Jl. Kramat, Batavia, pada Agustus 1945. Mereka memanfaatkan euforia orang Indonesia yang larut merayakan kemerdekaan. 

Secara spesifik, mereka berhasil membawa 20-25 koper berisi uang 10-80 juta gulden. Selain itu, saat menceritakan ulang kejadian ini dalam karyanya Rampok (2012), Musa Dahlan mencatat pencurian juga menggasak 960 Kg emas.

Dalam Pengadilan Militer Belanda di Batavia, Nomura mengaku membuat perintah karena merasa Jepang berhak atas harta di rumah gadai Jl. Kramat. Sekaligus juga dia butuh uang untuk membiayai kamp-kamp tentara Jepang selama sekutu datang.

"Saya yakin bahwa itu adalah milik Jepang dan menurut perintah Mountbatten (red: Panglima Komando Sekutu di Asia Tenggara), Jepang harus terus mengurus masalah tersebut untuk menggunakan permata itu," kata Nomura, dikutip dari De nieuwsgier (2 Agustus 1948).

Saat di pengadilan, para hakim sangat terkejut melihat penampakan emas sitaan yang ditunjukkan Carla. Saking banyaknya.

"Dengan bantuan semuanya ditata dan diatur dengan jari-jari yang indah dan gemetar dan dengan seruan yang provokatif. Segala jenis cincin, perhiasan, berlian, kancing, kalung dan gelang ditumpuk. Mejanya akan segera dipenuhi dengan persediaan yang mungkin tidak dimiliki oleh toko perhiasan terbesar di dunia," tulis Het Dagblad (17 Juni 1946).

Akan tetapi, harta sitaan hanya sebagian kecil dari yang dicuri. Butuh kerja keras selama berbulan-bulan dan pencarian setiap malam untuk menemukan harta karun itu. Hal ini bisa terjadi karena Hiroshi Nakamura melakukan money laundry. 

Alias mengelompokkan harta ke bagian-bagian kecil agar tak terdeteksi. Dia menyuruh orang-orang menanam harta rampokan di dalam tanah. Sayang, selama dua tahun, pengadilan gagal mencari sisa harta. Kasus kemudian ditutup. Semua pelaku dihukum berat. Begitu juga Carla. 

Sementara sisa harta curian masih misterius sampai sekarang. Ada isu yang menyebut harta itu ditanam Nakamura di kawasan Menteng. Ada pula yang menyebut harta tersebut disembunyikan di suatu tempat. Itu semua kemudian melahirkan legenda Harta Karun Nakamura. (mfa/sef)

Posting Komentar untuk "Bule Pamer Harta, Ternyata Hasil Rampok 960 Kg Emas Jakarta"