
Makassar Media Duta,- Mantan Wakil Rektor (WR) II Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Ichsan Ali menyiapkan langkah hukum atas pencopotannya sebagai WR II.
Ia meyakini tidak punya salah ataupun pelanggaran selama 10 bulan menjabat.
Menurutnya, pencopotannya sebagai WR II melanggar statuta UNM.Bahkan ia menilai Rektor UNM Prof Dr Karta Jayadi adalah rektor arogan.
“Saya benar-benar kaget ini, saya diutus ke Jakarta tiba-tiba dikabari ada undangan pelantikan Wakil Rektor II yang baru,” kata Prof Ichsan Ali kepada wartawan di Makassar Senin (19/5).
Jumat 16 Mei 2025 jadi hari terakhir Prof Ichsan Ali menjabat Wakil Rektor II UNM. Pada sore harinya ia dapat kabar diganti dari posisinya.
“Bagi saya sebenarnya jabatan itu hanya titipan. Tapi saya ingin menegakkan harga diri saya karena saya tidak melakukan kesalahan ataupun pelanggaran,” kata Prof Ichsan Ali.
Prof Ichsan Ali menilai, dirinya telah bekerja dengan baik selama 8 bulan mendampingi Prof Karta Jayadi.
Ia dilantik jadi Wakil Rektor II UNM pada 15 Juli 2024 lalu. Itu artinya ia baru 10 bulan menjabat.
“Sebagai bawahan tentu saya menerima apapun keputusan asalkan sesuai dengan aturan, tapi saya tiba-tiba diganti padahal tidak melakukan pelanggaran ataupun dapat surat teguran,” kata Prof Ichsan Ali.
Rektor UNM, Prof Dr Karta Jayadi melantik WR II UNM Prof Hartati. Wakil Dekan II FMIPA UNM ini menggantikan posisi Prof Ichsan Ali.
Pelantikan berlangsung di Menara Pinisi UNM, Jl AP Pettarani, Kota Makassar, Senin (19/5).
Prof Karta Jayadi mengatakan, terpaksa mengganti WAR II karena diangap tidak bisa bekerja sama dengannya.
Ia juga menegaskan bahwa pergantian ini tidak dilakukan secara tiba-tiba.
“Di dalam mobil itu ada baut, ada ban, dan lain lain. Ketika satu longgar, jangan coba-coba untuk melanjutkan. Pergantian ini juga tidak dilakukan secara tiba-tiba,” katanya, kemarin.
Ia menjelaskan pergantian ini didasari oleh persoalan kerja sama dan komunikasi.
Ia mengaku tidak bisa memimpin kampus oranye ini seorang diri.
“Dia sekarang ada di rumahnya, sedangkan undangan dari kami baru sampai semalam sebelum pelantikan. Kami memang selalu seperti itu dari kemarin-kemarin, mengirim undangan sehari atau dua hari sebelum acara itu sendiri,” katanya.
Sementara itu, Prof Dr Ichsan Ali MT mengaku penggantian dirinya tidak lazim.
"Biasanya itu kalau ada terjadi pergantian pejabat, harus ada penyampaian lebih awal, ada teguran satu, dua, tiga. Baru kemudian diproses. Tapi ini langsung, benar-benar kaget saya kenapa,” kata Prof Ichsan kepada wartawan, Senin (19/5).
Yang membuat dirinya makin heran, pencopotan itu terjadi saat ia sedang menjalankan tugas resmi di Jakarta.
“Saya diutus ke Jakarta, ada pertanggungjawaban terhadap seleksi bersama penerimaan mahasiswa baru. Saya masih di Jakarta saat tahu dicopot,” ungkapnya.
Meski begitu, Prof Ichsan tetap menunjukkan sikap profesional sebagai seorang akademisi dan pejabat kampus.
“Tapi ya, saya sebagai bawahan menerima semua apa adanya. Asalkan semua mengikuti aturan dan prosedurnya,” ujar dia.
Namun, ia menyoroti pencopotan tersebut terkesan tidak mematuhi rambu-rambu adminis tratif yang berlaku di lingkungan perguruan tinggi, khususnya yang sudah diatur dalam statuta UNM.
“Ini yang jadi masalah. Saya melihat Rektor tidak memperhatikan rambu-rambu. Bagaimana mengganti seorang pejabat itu ada aturannya. Di dalam statuta tahun 2018, pasal 56 ayat 3 itu jelas. Kalau mengganti Rektor, Wakil Rektor, dan beberapa pejabat lain, itu ada syarat-syaratnya,” tegasnya.
Tak ada penjelasan mengenai alasan penggantian WR II UNM yang terkesan mendadak tersebut.
Rektor hanya menyebut, WR II tidak bisa diajak kerja sama. Namun, beredar informasi, penggantian ini terkait Laporan Koordinator LBH Jakarta, Febriarn Lubis ke Kejaksaan Agung.
Dalam laporan itu, Febrian menduga ada penyimpangan pada sejumlah proyek di UNM tahun 2024 senilai Rp87 miliar.
“Hasil kalkulasi kami ada sekitar Rp87 miliar yang berpotensi menyimpang,” ungkap Koordinator LBH Jakarta Febrian Lubis, Senin (3/3) lalu.
“Nilai ini bersumber dari sejumlah proyek di berbagai fakultas yang digulir sepanjang 2024,” ujar Febrian seperti dikutip dari berbagai pemberitaan.
Proyek tersebut kata dia, masuk dalam paket revitalisasi yang terpecah di berbagai item dengan nilai bervariasi.
“Nilai terendah sekitar Rp930 juta. Ada juga beberapa yang bernilai Rp5 miliar. Dan yang tertinggi Rp24 miliar,” jelas Febrian.
Potensi penyimpangan pada proyek ditemukan di beberapa sisi. Pertama, ada indikasi penggelembungan anggaran.
Kedua, PPK pada seluruh proyek ini ditangani oleh PPK yang diduga tidak memenuhi standar sertifikasi.
Peneliti Antikorupsi Jakarta Perwakilan Sulsel, Mulyadi mengemukakan, di kasus UNM ini, ia melihat ada kesan AN dipaksakan menjadi PPK.
“Pasti ada yang berperan di belakang PPK. Nah itu akan jadi konsen APH nanti. Sebab kalau dari sisi administratif saja sudah terjadi kesalahan fatal, maka kemungkinan adanya menyimpang anggaran juga terbuka,” jelas Mulyadi.
Mulyadi menjelaskan, hasil temuan pihaknya, proyek dengan nilai total Rp87 miliar itu tersebar di berbagai jenis pekerjaan.
Di antaranya renovasi gedung perpustakaan senilai Rp402 juta. Lalu ada pengadaan peralatan laboratorium Fakultas MIPA sebesar Rp15 miliar, peralatan laboratorium bahasa multimedia Fakultas Bahasa dan Sastra sebesar Rp5 miliar.
“Selanjutnya ada juga pengadaan peralatan laboratorium Fakultas Teknik sebesar Rp24 miliar. Ini item anggaran yang tersebar. Ini juga ditangani oleh AN,” jelas Mulyadi.
Terkait dengan hal ini, Prof Dr Ichsan Ali MT mengatakan, tidak pernah mengelola proyek revilitalisasi senilai Rp87 miliar yang masuk ke UNM.
“Saya sama sekali tidak pernah menyentuh itu proyek revitalisasi Rp87 miliar itu. Saya tidak diberi tahu padahal itu bagian dari tupoksi saya sebagai WR II,” kata Prof Ichsan.(*)
Posting Komentar untuk "Prof Ichsan Ali Akan Gugat ke PTUN Setelah Dicopot Dari Wakil Rektor II UNM"