Narasi penghapusan Dana Desa akan membuat desa “kehilangan pejuang rakyat” kini justru dipatahkan oleh suara mayoritas warga.
Di berbagai ruang publik dan media sosial, rakyat secara terbuka menyatakan setuju Dana Desa dan jabatan kepala desa dievaluasi bahkan dihapus, jika selama ini hanya melahirkan penyalahgunaan, nepotisme, dan praktik korupsi berjamaah.
Bagi rakyat, kepala desa bukan pahlawan, melainkan pelayan.
Ketika dana triliunan mengalir ke desa namun jalan tetap rusak, bantuan tak tepat sasaran, dan yang sejahtera hanya segelintir keluarga aparatur desa, maka wajar jika rakyat mempertanyakan: apa sebenarnya manfaat Dana Desa bagi kami?Kekhawatiran bahwa “tak akan ada lagi yang mau jadi kepala desa” justru dianggap ironi. Rakyat menilai, jika jabatan itu hanya diminati karena akses uang dan kekuasaan, maka lebih baik memang tak ada peminat. Desa tidak kekurangan orang baik, yang kurang adalah sistem yang bersih dan pengawasan yang tegas.
Rakyat juga menolak klaim seolah-olah tanpa Dana Desa, masyarakat pedesaan akan kehilangan pembela. Faktanya, hak rakyat tidak pernah benar-benar diperjuangkan oleh dana, melainkan oleh keberanian warga sendiri yang bersuara, melapor, dan melawan ketidakadila sering kali justru berhadapan dengan aparat desa.
Dana Desa bukan tujuan, melainkan alat. Jika alat itu lebih sering melukai daripada menolong, maka menghentikannya bukan kejahatan, melainkan koreksi.
Rakyat tidak anti pembangunan, rakyat hanya muak dengan pembangunan yang dijadikan kedok memperkaya diri.
Pesan rakyat jelas:
Jangan merasa paling berjasa. Jangan merasa paling penting.
Tanpa aparat desa rakyat tetap hidup ,desa tidak hidup tanpa rakyat. Tanpa korupsi, desa justru bisa lebih maju.
JANGAN MERASA DIRI PALING PENTING

Posting Komentar untuk "Rakyat Tak Takut Dana Desa Dihapus, Yang Takut Justru Para Pemangku Kepentingan"