Dijual cepat Rumah/tanah dengan seluas 336 M2 sertipikat Hak Milik Alamat Jalan Dr Ratulangi No. 3, E. Yang berminat dapat menghubungi Samsons Supeno HP 0812 5627 7440- 085 336 244 337 ttd Samson Supeno

Saat Palu Hakim Menghancurkan Sejarah Pengabdian


Langit di luar ruang sidang seakan rvntvh, warnanya kelabu pek4t, mencerminkan ketidakberd4y44n yang menyes4kkan di dalam. 

Di kursi pesakitan, Pak Mansyur, seorang guru dengan separuh abad lebih usia dan puluhan tahun dedikasi, duduk sendirian. Ia tidak pernah mengira bahwa sentuhan paling lembut dan berniat baik dalam hidupnya akan berujung di meja hijau, merobek lembaran pengabdiannya.

Satu-satunya ‘kej4h4t4n ’ yang ia lakukan⁉️Hanya sebuah sentuhan kepedulian di dahi seorang siswi yang mengeluh pus1ng. Sentvh4n secepat kilat, refleks seorang ayah dan pendidik, murni untuk memastikan suhu. Tidak ada motif tersembunyi. Tidak ada batas yang dilangg4r.

Ribuan guru dan orang tua murid menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (17/12/2025). 

Namun, di era di mana kata-kata berlari lebih cepat dari fakta, narasi itu berkembang: Suara menjadi kabar liar, kabar berubah menjadi tuduhan, dan tuduhan itu hari ini menjelma menjadi palu god4m hvkvm.

Di hadapan Pak Mansyur, Hakim Waode Sangia, S.H. yang berwajah dingin dan tanpa ekspresi, perlahan mengetukkan palunya.

 Di kursi pengunjung, kerumunan menahan napas—wajah-wajah yang mengenalinya, dari rekan guru yang hormat, orang tua murid yang berutang budi, hingga tetangga yang tahu betul integritasnya yang tak pernah c4c4t.

Jaksa Penvntvt Umum membacakan tuntvt4n dengan intonasi t4j4m, mengutip pasal-pasal yang terasa seperti vonis m4t1 bagi jiw4 seorang pendidik.

Pak Mansyur menunduk, bahunya tak sanggup lagi menahan beban tatapan. Sudah ratusan kali ia jelaskan; ia hanya ingin memastikan siswinya baik-baik saja. Namun, di mata hvkvm, penjelasannya terasa bagai bisikan lemah melawan badai prasangka yang mem4t1kan.

Setelah drama persidangan yang panjang dan melelahkan, keheningan mencekik ruang sidang saat hakim mulai membaca putusan:

“Setelah mempertimbangkan seluruh fakta persidangan, Majelis Hakim…”

“…Menjatuhkan hukuman pid4n4 penj4r4 selama lima tahun…”

“…Dan d3nd4 sebesar satu miliar rupiah.”

Waktu seketika memb3kv.

Terdengar isak tangis tertahan, des4h4n p1lv dari ibu-ibu yang memegang er4t tangan rekannya, dan raut wajah tak percaya dari para guru. Pak Mansyur hanya memejamkan mata, napasnya bergetar hebat. Bukan amarah, melainkan kehancuran yang tak terperikan.

Di kedalaman jiw4nya, ia berb1s1k dengan p4h1t:

"Seberapa dekatkah jarak antara pengabdian tulus dan keh4ncvr4n total⁉️”

Namun, kegelapan tidak bertahan lama. Di tengah hening yang mem4t1kan itu, secercah 4pi perlaw4nan mulai meny4l4. Orang-orang yang mencintai dan percaya pada Pak Mansyur mulai berdiri teg4k, bertekad bulat. Mereka akan mengajukan banding, mencari saksi baru, dan mengumpulkan setiap bukti yang tersisa.

Kisah tentang guru berdedikasi ini belum berakhir. Ini hanyalah babak pertama dari per4ng yang panjang—perjuangan menuntut keadilan sejati.

Dan di balik luk4 yang meng4ng4 , ada keyakinan yang diam-diam tumbuh: Kebenaran sejati, seberat apa pun jalannya, pada akhirnya akan menemukan jalannya.(*)

Posting Komentar untuk "Saat Palu Hakim Menghancurkan Sejarah Pengabdian"