Jatim Media Duta,- Rasulullah (43), seorang guru SD dipecat sepihak karena memotret rumah penerima bantuan yang dikorupsi.
Pak Rasul, sapaan akrabnya, merupakan seorang guru honorer asal Kepulauan Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Sejak tahun 2020, pria yang akrab disapa Pak Rasul itu mengajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Torjek II, Desa Torjek, Kecamatan Kangayan, Pulau Kangean.
"Iya, saya dikeluarkan dari sekolah, sudah tidak mengajar lagi," katanya pada Minggu (5/5/2025).
"Saya mengajar pendidikan agama, membaca, dan menulis Al Qur'an," kata Pak Rasul di Sumenep, melansir dari Kompas.com.Pada tanggal 3 Mei 2025 lalu, guru honorer yang sudah mengabdi selama 5 tahun itu dikeluarkan dari sekolah secara sepihak.
"Katanya karena saya ikut lembaga swadaya masyarakat (LSM)," ujar dia.Pak Rasul bercerita bahwa pada tanggal 1 Mei 2025, dia menerima undangan rapat melalui grup pesan elektronik terkait Pembinaan dan Rapat Panitia Persiapan Perpisahan yang akan digelar di sekolah.
"Saya tidak curiga apa-apa. Hanya sempat ada wali murid yang bertanya, katanya ada undangan ke sekolah. Saya sampaikan, undangan itu hanya khusus guru, tidak dengan wali murid," ujarnya.
Guru dengan dua anak itu menyampaikan, rapat pada tanggal 3 Mei 2025 lalu itu dimulai dengan penyampaian arahan dari pengawas sekolah.
Setelah itu, tiba-tiba semua guru dan tenaga honorer lain diminta keluar ruangan kecuali dirinya.
"Saat itu hanya ada saya, Pak Modo Lelono, Kepala Sekolah, dan pengawas," tutur dia.
"Tapi setelah itu enam orang lain masuk ke ruangan rapat. Setahu saya, empat orang memang wali murid, satu orang komite, dan satu lagi orang dekat Kepala Desa (Kades) kayaknya. Namanya Husnul," kata dia.
Saat itu, Kepala Sekolah (Kepsek) SDN Torjek II, Arifin meminta beberapa orang yang datang untuk menyampaikan tujuan kedatangan mereka.
Di ruang rapat itu, para wali murid secara kompak meminta Pak Rasul dikeluarkan dari sekolah.
"Mereka bahkan ada yang bilang, harus dikeluarkan hari itu juga. Jangan sampai besok. Jika tidak, para wali murid mengancam akan memindahkan anaknya dari sekolah," ucapnya.
Sekitar 10 hari sebelum dikeluarkan dari sekolah, Pak Rasul memang sempat membantu kawannya yang bernama Aan untuk mengambil foto para penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2024 di desa setempat.
"Saya memang memotret rumah penerima BSPS, sekitar 5 rumah. Salah satunya Nenek Nakia, yang hanya mendapat genteng dan papan itu," katanya.
"Saya juga sempat ikut saat Irjen Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Republik Indonesia, Heri Jerman, saat turun langsung mendatangi lokasi penerima (BSPS) yang saya foto," ucapnya.
Menurut Pak Rasul, inisiatif untuk memotret rumah penerima bantuan BSPS di desanya merupakan yang pertama kali dia lakukan.
Hanya saja, dia tidak pernah menduga bahwa niat baik untuk membantu mengungkap dugaan pemotongan dana BSPS itu berujung pada keputusan sepihak dari sekolah.
"Meski saya dikeluarkan, saya tetap antar anak saya sekolah ke sana (SDN Torjek II). Karena itu tanggung jawab," ujarnya.
"Di sana saya mengajar dari Kamis sampai Sabtu. Jika tidak mengajar, saya kerja serabutan. Kadang bertani, kadang juga ikut menjadi tukang," katanya.
Sebelumnya, Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Republik Indonesia, Heri Jerman melaporkan pemotongan dana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Tahun 2024 ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep.
Laporan tersebut dilakukan setelah Irjen PKP melakukan sidak dan serangkaian penyelidikan serta menemukan 18 temuan penyimpangan, baik di wilayah daratan maupun kepulauan.
Kabupaten Sumenep menjadi salah satu penerima program BSPS terbesar dengan anggaran 109,80 miliar untuk 5.490 unit rumah.
Data kementerian PKP mencatat, anggaran program BSPS di seluruh Indonesia mencapai 445,81 miliar untuk 22.258 penerima.
Kasus Korupsi BSPS di Sumenep
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menemukan dugaan penyalahgunaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur (Jatim).
Hal itu dikemukakan oleh Menteri PKP Maruarar Sirait saat Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi V DPR RI pada Rabu (30/4/2025).
"Kami menemukan penyalahgunaan BSPS dalam jumlah besar, nilainya Rp 109 miliar di Sumenep, satu kabupaten, dan sekarang sudah dalam proses hukum," ujar Ara, sapaan akrabnya.
Menurut Ara, jajarannya telah terjun ke lapangan untuk mengumpulkan informasi dan bukti terkait dugaan penyalahgunaan bantuan yang akrab disebut bedah rumah itu.
"Ada satu rumah dapat tiga (bantuan BSPS), jadi itu kan pasti salah Pak Ketua (Komisi V DPR RI), nggak mungkin dong satu keluarga di dalamnya dapat (bantuan) tiga," tandasnya.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian PKP, Heri Jerman, telah melaporkan adanya dugaan pemotongan dana program BSPS Tahun 2024 kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep.
Laporan tersebut dilakukan setelah Irjen PKP melakukan sidak dan serangkaian penyelidikan, serta menemukan 18 temuan penyimpangan, baik di wilayah daratan maupun kepulauan.
"(Tim) tiga kali ke Sumenep mencari data dan fakta untuk mendapatkan kebenaran informasi, dan hari ini kami laporkan," kata Heri di Kejari Sumenep, Senin (28/4/2025).
Heri menambahkan, Kabupaten Sumenep menjadi salah satu penerima program BSPS terbesar dengan anggaran Rp 109,80 miliar untuk 5.490 unit rumah.
"Kami turun ke lapangan. Mekanisme yang seharusnya dijalankan ternyata tidak sepenuhnya dijalankan. Kami menyimpulkan adanya beberapa penyimpangan," tandasnya.
Heri menambahkan, terdapat 18 temuan penyimpangan yang ditemukan di antaranya adalah bantuan salah sasaran, upah pekerja tidak dibayarkan, hingga kondisi bangunan yang tidak sesuai dengan yang dilaporkan.
"Kami juga temukan pembayaran ke toko dilakukan secara tunai oleh kepala desa, bukan transfer uang dari rekening penerima bantuan, tetapi penerima bantuannya diminta tanda tangan slip penarikan kosong," bebernya.(*/Ani Susanti)
Posting Komentar untuk "Guru SD Dipecat usai Memotret Rumah Penerima Bantuan Yang Dikorupsi"