Harga Beras Tertinggi di Sulsel Sepanjang Sejarah

Video murid kurang beruntung dipermalukan dihadapan teman-temannya.

Makassar Media Duta, -

Harga beras di Sulawesi Selatan pecah rekor, tertinggi sepanjang sejarah pada pertengahan 2025.

Di sejumlah pasar tradisional, harga beras di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).

Seperti yang terjadi di Luwu Rp16.000 per kilogram dan Enrekang Rp17.000 per kg.

HET untuk beras medium Rp12.500 per kg, premium Rp14.900 per kilogram. Kenaikan ini terjadi di tengah klaim surplus produksi beras mencapai 932 ribu ton.

Pemprov Sulsel memastikan beras dalam program stabilisasi pasokan harga pangan (SPHP) mulai didistribusikan.

Plt Kadis Ketapang Sulsel Muh Ilyas menyatakan penyaluran melalui skema bantuan pangan dan gerakan pangan murah.

“SPHP sudah turun. Sudah dibagikan juga untuk bantuan,” ujarnya, Rabu (23/7).

Masyarakat telah merasakan dampaknya, khususnya dalam hal keterjangkauan harga.

Penurunan harga di pasaran belum dipastikan karena belum ada evaluasi berbasis data komprehensif.

Asisten II Pemprov Sulsel, Ichsan Mustari, menyebut pihaknya belum menilai secara menyeluruh dampak penyaluran SPHP terhadap harga beras di pasar.

“Yang penting saat ini masyarakat sudah mendapatkan beras dengan harga sesuai standar,” katanya.

Pengamat Ekonomi Unhas Prof Anas Iswanto Anwar menyoroti langkah pemerintah salurkan beras program SPHP.

Kebijakan itu hanya efektif jika benar-benar meningkatkan pasokan di pasar, bukan sekadar formalitas.

“Masalah utama saat ini bukan pada stok, tapi pada pihak-pihak memainkan harga. Para pelaku itu harus diberi efek jera,” katanya.

Iswanto menilai lonjakan harga beras di tengah klaim surplus menunjukkan adanya masalah serius dalam tata kelola pasar pangan nasional.

Fakta bahwa beras melimpah namun harga tetap naik merupakan bukti bahwa ada aktor besar yang bermain di balik fluktuasi harga beras.

Ia juga menyinggung isu beras oplosan yang menjadi celah bagi pedagang untuk menaikkan harga secara sepihak.

Kondisi ini, menurutnya, memperlihatkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan dua hal mendasar dalam swasembada pangan, yakni ketersediaan dan harga.

“Persoalan koordinasi antara ketersediaan dan harga beras selalu menjadi masalah klasik dalam rantai pasok,” katanya.

Meski beras tersedia, masyarakat tetap dirugikan karena harganya tinggi atau justru tidak tersedia di pasaran.

Ia mengkritik lemahnya deteksi awal pemerintah atas tren kenaikan harga beras yang telah terjadi sejak April 2025.

Hal itu seharusnya bisa dicegah jika Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan bertindak cepat berdasarkan hasil survei harga mingguan yang rutin dilaporkan.

“Kalau dari April sampai sekarang harga naik, itu kecolongan pemerintah dalam memantau harga. Kalau sejak awal ditangani, bisa lebih mudah diatasi,” katanya.

Ia menuding adanya kelompok-kelompok bermodal besar sengaja menahan pasokan beras dan baru melepasnya saat harga naik.

Modus seperti ini dinilai sulit terdeteksi karena dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Jadi by desain oleh kelompok atau bermodal tertentu yang tak bisa dideteksi oleh pemerintah.

SPHP Terlambat

Harga beras di sejumlah pasar di Luwu melonjak sepekan terakhir.

Beras medium sebelumnya Rp12.500 per kg kini menjadi Rp16.000 per kilogram.

Kenaikan ini membuat warga merogoh kocek lebih dalam, yakni tambahan Rp3.500 per kg.

Kepala Dinas Perdagangan Luwu, Ruslang menyatakan, keterlambatan penyaluran beras subsidi dari Bulog menjadi salah satu penyebab lonjakan harga di pasar.

“Kalau mau kita selesaikan masalah beras, kita harus genjot Bulog untuk segera menyalurkan yang mereka tampung,” katanya.

Pedagang di Pasar Tradisional Modern Larompong, Harmawan, mengaku kenaikan harga beras sudah berlangsung sekitar sepekan terakhir. Dampaknya, daya beli masyarakat ikut menurun.

“Sudah satu minggu mi naik. Jumlah kilo yang dibeli pembeli juga berkurang. Biasa beli 5 kilo, sekarang cuma 2 kilo mami,” katanya.

Kepala Cabang Bulog Palopo, Hadir Alamsyah, mengatakan pihaknya menyalurkan bantuan beras berdasarkan permintaan daerah, termasuk dalam program gerakan pangan murah.

“Bulog menyalurkan berdasarkan permintaan. Sudah ada permintaan dari Luwu, Insya Allah, besok mulai penyaluran ke pasar,” ujarnya.

Sebanyak 2 ton beras akan disalurkan ke setiap pasar di wilayah tersebut, tergantung permintaan.

“Biasanya habis dalam dua pekan,” katanya.

Faktor utama kenaikan harga beras adalah naiknya harga gabah di tingkat petani.

Bulog Palopo juga akan menyalurkan bantuan pangan periode Juni-Juli untuk meringankan beban masyarakat.

“Bantuan diberikan sekaligus dua bulan, sebagai bentuk dukungan bagi masyarakat yang terdampak secara ekonomi,” ujarnya.

Sulsel Surplus

Produksi pertanian Sulsel menunjukkan tren positif. Awal Juni 2025, produksi padi tembus jutaan ton.

“Capaian produksi kita sekarang itu padi 2,5 juta ton, dalam bentuk gabah kering giling,” kata Plt Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Sulsel, Abdul Gaffar, Minggu (15/6) lalu.

Adapun produksi beras di Sulsel mencapai angka 1,4 juta ton awal 2025. Dari jumlah tersebut, Sulsel masih dalam keadaan surplus beras.

“Surplusnya sekarang itu 932 ribu ton beras,” ujarnya.

Gaffar menyebut sejumlah daerah masih mengharapkan panen, hanya saja trenya mulai melandai.

Bulan Juli nantinya Dinas TPH-Bun Sulsel melihat masih ada estimasi panen 156 ribu ton gabah.

“Nanti akan mulai lagi di September-Oktober, kita akan panen raya di situ,” jelasnya.

Sulsel menjadi penopang pangan nasional dengan luas Lahan Baku Sawah (LBS) mencapai 660.638 hektar.

Sebaran LBS Sulsel berdasarkan SK Menteri ATR/BPN No.144.1/SK-PG.03.03/V/2024.

Bone memiliki LBS terbesar dengan 118.304 hektar, mengikut Wajo dengan 101.435 hektar.

Daerah lumbung padi selanjutnya adalah Sidrap 51.389 hektar dan Pinrang 50.878 hektar.

Daerah dengan luas sawah terendah di Parepare hanya 753 hektar.

Demi mencapai swasembada pangan, Pemprov Sulsel bakal bagi-bagi benih mandiri padi.

Dinas TPH-Bun menyiapkan 5 ribu ton benih mandiri yang siap disebar ke petani.

“Rencananya sebelum masuk musim tanam 2, sekitar bulan 9 (September). Kita  siapkan 5 ribu ton untuk 200 ribu hektar,” jelas Gaffar.

Program ini akan menyasar petani di 24 kabupaten/kota.

Pemda diminta mencatat petani yang berhak mendapatkan penyaluran mandiri benih. 

“Penerima itu kelompok tani yang terdaftar secara simultan, punya sawah,” jelasnya.

Gaffar menyebut benih yang akan dibagi merupakan hasil produksi sendiri.

Artinya penangkaran benih dilakukan mandiri di Sulsel, tidak lagi mengambil dari daerah lain.

Penangkaran benih ini disebutnya mampu memberikan hasil positif di sawah nantinya.

“Benih itu kita tangkar sendiri, kita bagikan ke masyarakat. Kelebihannya benih itu menyesuaikan di Sulsel, tidak perlu lagi penyesuaian tanah di Sulsel. Menangkar benih ini sudah adaptasi dengan tanah Sulsel,” katanya.

Di 2022 dan 2023, Pemprov Sulsel sebenarnya pernah menjalankan program serupa.

Hanya saja besarannya masih terbatas, hanya  cukup 100 ribu hektar lahan.

Dengan target swasembada, maka program ini akan kembali dijalankan.

Serapan Gabah

Serapan gabah dan setara beras oleh Bulog Kantor Wilayah Sulselbar melimpah.

Khusus Sulsel, terdapat sembilan kantor cabang Bulog yang menyerap gabah dan setara beras dari para petani.

Total serapan gabah gabungan dari sembilan kancab tersebut mencapai 715.602 ton, jauh melampaui target awal yang hanya 124.181 ton.

Serapan setara beras, dari target 525.084 ton, realisasinya kini sudah mencapai 403.854 ton.

Plt TPH-Bun Sulsel Abdul Gaffar mengakui tingginya serapan oleh Bulog mencapai 576 persen.

Kondisi ini didukung tingginya panen awal tahun serta kenaikan harga gabah yang membuat petani lebih memilih menjual ke Bulog.

“Bulog itu sudah jauh melampaui target. Dia itu sudah 500 persen serapan karena tingginya produksi panen kemarin, lalu harga gabah naik,” ujarnya.

“Kemudian, pedagang-pedagang kecil banyak yang tidak mau membeli. Jadi mau tidak mau, salah satunya Bulog yang harus menyerap semua itu. Bahkan Bulog sampai kehabisan gudang,” katanya.

Berdasarkan data per 10 Juni 2025, Bulog Kanca Sidrap mencatat realisasi serapan gabah dan setara beras tertinggi di Sulsel.

Dari target 4.534 ton gabah, realisasi di Sidrap telah mencapai 129.499 ton, atau sekitar 2.855 persen.

Untuk setara beras, dari target 64.070 ton, realisasi kini sudah mencapai 76.586 ton.

Kanca Parepare berada di urutan kedua. Target serapan gabah di wilayah ini sebesar 10.638 ton, dengan realisasi 95.949 ton.

Sedangkan target setara beras 123.524 ton, kini sudah terealisasi 67.161 ton.

Bulog Makassar juga mencatat capaian signifikan, dengan realisasi serapan gabah mencapai 80.032 ton dari target hanya 8.783 ton. Untuk setara beras, dari target 34.828 ton, telah terealisasi 46.899 ton.(Sudirman)

Posting Komentar untuk "Harga Beras Tertinggi di Sulsel Sepanjang Sejarah"